My Link

Photobucket

Teknologi DWDM : Sejarah, Bisnis, dan Prospek


Di dalam sistem telekomunikasi, keterbatasan utama yang sudah menjadi hal umum adalah spektrum dan bandwidth. Namun adanya keterbatasan tidak selalu berdampak buruk khususnya pada perkembangan di bidang telekomunikasi, pertimbangkan yang terjadi belakangan ini pada komunikasi serat optik yang memperindah kilauan cahaya di dalam jaringan-jaringan yang tertanam di dasar samudera bahkan di bawah gedung-gedung bertingkat di kota-kota besar dunia.

Hal menarik dari penggunaan cahaya di dalam sistem komunikasi serat optik adalah fakta bahwa semakin tinggi frekuensi dari suatu gelombang pembawa (carrier), maka bandwidth atau kapasitas transmisinya pun akan semakin besar pula. Hal ini berdasarkan perhitungan dimana bandwidth suatu sistem secara teoritis sebesar 10% dari frekuensi gelombang pembawanya. Dengan demikian, suatu sistem komunikasi serat optik dengan panjang-gelombang sebesar 1550 nm, yang merupakan cahaya tak tampak, secara teoritis dapat memiliki bandwidth sebesar 1,93 x 1013 Hz (19,3 Thz).

+Pada prakteknya, belum ada suatu sistem memiliki bandwidth yang mendekati nilai teroritisnya tersebut. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dari serat optik itu sendiri, dimana semakin besar informasi yang dibawanya, maka akan semakin rentan pula media tersebut menyebabkan dispersi sinyal, suatu keadaan dimana pulsa-pulsa cahaya mengalami pelebaran yang dapat mengakibatkan tumpah tindihnya pulsa-pulsa tersebut di sisi penerima sehingga informasi yang dikirimkan sulit untuk dideteksi. Akan tetapi seiring dengan kemajuan teknologi, sebuah gelombang pembawa mampu mengangkut informasi sampai puluhan Gbps (Gigabit per second) sebagai benih sistem berkapasitas terabit bahkan petabit secara keseluruhan.

Besarnya bandwidth yang mencapai nilai fantastis pada beberapa sistem bukanlah hal yang mubazir mengingat permintaan akan sambungan telekomunikasi dewasa ini menunjukkan gejala yang semakin tinggi saja. Hal utama yang mempercepat hal tersebut adalah berkembangnya aplikasi internet, dimana suatu studi menunjukkan sambungan telepon internasional meningkat dalam tingkatan 8-10% setiap tahunnya, sementara trafik untuk internet mengalami peningkatan lebih dari 85% untuk jangka waktu yang sama.

Project Oxygen, misalnya, yang memiliki kapasitas total sebesar 2,56 Tbps (2,56 x 1012 bps) untuk 8 helai serat optik yang dipergunakannya adalah contoh tercanggih dalam jaringan komunikasi serat optik khususnya aplikasi kabel

laut yang pembangunan untuk keseluruhan fasanya diperkirakan rampung pada pertengahan tahun 2003. Kemampuan sistem yang menakjubkan tersebut didukung oleh penggunaan teknologi DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) yang mempergunakan 32 buah panjang-gelombang dengan kapasitas masing-masing sebesar 10 Gbps untuk setiap helai serat optiknya. Sistem lainnya, yaitu Hibernia, yang menghubungkan kota Boston (USA) dengan daratan Eropa, memiliki kapasitas total 1,92 Tbps yang terdiri dari 4 helai serat optik masing-masing dengan 48 panjang-gelombang berkapasitas 10 Gbps.

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)

Hal menarik di penghujung bulan oktober lalu adalah kasus perusahaan Nortel Networks Corp. yang mengajukan tuntutan terhadap perusahaan baru Optical Networks Inc. yang diduga secara sistematis telah ‘membajak’ 19 staf R&D dalam tuduhan percobaan mengklon teknologi networking yang tengah dikembangkannya. Kepanikan perusahaan Nortel Networks tersebut sangat beralasan mengingat teknologi networking yang dimaksud tidak lain adalah DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) yang menjadi state-of-the-art terkini dalam bidang telekomunikasi.
  • Sejarah Perkembangan DWDM
Pada mulanya, teknologi WDM yang merupakan cikal bakal lahirnya DWDM berkembang dari keterbatasan yang ada pada sistem serat optik, dimana pertumbuhan trafik pada sejumlah jaringan backbone mengalami percepatan yang tinggi sehingga kapasitas jaringan tersebut dengan cepatnya terisi. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan membangun jaringan baru.

Pada perkembangan WDM, beberapa sistem telah sukses mengakomodasikan sejumlah panjang-gelombang dalam sehelai serat optik yang masing-masing berkapasitas 2,5 Gbps sampai 5 Gbps. Namun penggunaan WDM menimbulkan permasalahan baru, yaitu ke-nonlinieran serat optik dan efek dispersi yang semakin kehadirannya semakin significant yang menyebabkan terbatasnya jumlah panjang-gelombang 2-8 buah saja di kala itu.

Pada perkembangan selanjutnya, jumlah panjang-gelombang yang dapat diakomodasikan oleh sehelai serat optik bertambah mencapai puluhan buah dan kapasitas untuk masing-masing panjang-gelombang pun meningkat pada kisaran 10 Gbps, kemampuan ini merujuk pada apa yang disebut DWDM.

Namun pada dasarnya, DWDM merupakan pemecahan dari masalah-masalah yang ditemukan pada WDM, dimana dari segi infrastruktur sendiri praktis hanya terjadi penambahan peralatan pemancar dan penerima saja untuk masing-masing panjang-gelombang yang dipergunakan. Inti perbaikan yang dimiliki oleh teknologi DWDM terletak pada jenis filter, serat optik dan penguat amplifier. Jenis filter yang umum dipergunakan di dalam sistem DWDM ini antara lain Dichroic Interference Filters (DIF), Fiber Bragg Gratings (FBG), Array Waveguide Filters (AWG) and Hybrid Fused Cascaded Fiber (FCF) dengan Mach-Zehnder (M-Z) interferometers. Komponen berikutnya adalah serat optik dengan dispersi yang rendah, dimana karakteristik demikian sangat diperlukan mengingat dispersi secara langsung berkaitan dengan kapasitas transmisi suatu sistem. Jenis serat optik yang banyak dipakai untuk aplikasi DWDM diantaranya LEAF® yang merupakan produk dari Corning®, yang oleh para carriers dipercaya sebagai serat berkualitas terbaik. Sementara penguat optik yang banyak dipergunakan untuk aplikasi demikian adalah EDFA dengan karakteristik flat untuk semua panjang-gelombang di dalam spektrum DWDM. Teknik lain yang yang telah sukses diujicobakan adalah dengan memperpendek jarak antar kanal, yang biasanya berkisar 1 nm menjadi 0,3 nm. Hal ini terutama berguna pada sistem yang spektrum penguatan dari penguat optiknya kurang merata.

  • Katalisator Pertumbuhan Industri Telekomunikasi
Kemunculan teknologi DWDM tersebut dengan segera menjadi daya tarik sendiri bagi perusahaan-perusahaan penyedia jasa telekomunikasi (carriers). Hal ini dikarenakan teknologi DWDM memungkinkan carriers untuk memiliki sebuah jaringan tanpa perlu susah payah membangun sendiri infrastruktur jaringannya, cukup menyewa beberapa panjang-gelombang sesuai kebutuhan dengan daerah tujuan yang sama ataupun berbeda. Metoda penyewaan panjang-gelombang ini pula yang saat ini banyak dilakukan oleh carriers, khususnya yang tergolong baru, di kawasan Eropa, dimana trafik telepon dan internet di kota-kota besar di kawasan tersebut menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi.

Keadaan ini memicu bermunculannya carriers baru yang dengan segera memiliki jaringan yang luas di benua tersebut dengan akses ke seluruh penjuru dunia, meski beberapa carriers yang tergolong mapan lebih memilih untuk membangun sendiri infrastrukturnya dengan alasan kemudahan dalam pengawasan, keamanan dll. Perbedaan strategi tersebut nantinya bakal mewarnai persaingan dalam penguasaan teknologi, manajemen jaringan dsb, meski tidak mesti terjadi perusahaan yang lebih memilih membangun sendiri infrastrukturnya (digger) akan menjadi lebih berkembang (bigger) dan perusahaan yang lebih memilih untuk menyewa panjanggelombang (leaser) menjadi pecundang (loser).

Sementara bagi produsen perangkat telekomunikasi sendiri, kemunculan teknologi ini seakan memberi angin segar bagi perusahaan baru untuk turut bermain di dalam bisnis bernilai milyaran dollar ini. Sebagai contoh adalah Ciena, yang menjadi pemain papan atas untuk produk DWDM.

Perbandingan Beberapa Produk DWDM

Produsen
Produk
Pilihan
Lucent
WaveStar OLS 400 Gbit/s
40 (l ) x 10 Gbit/s atau 80 x 2,5 Gbit/s
Nortel
OpteraLH
32 x 10 Gbit/s
Alcatel
1610
16 x 10 Gbit/s atau 32 x 2,5 Gbit/s
Siemens
Infinity
32 x 10 Gbit/s atau 64 x 2,5 Gbit/s
Fujitsu
FWX320G
32 x 10 Gbit/s atau 64 x 2,5 Gbit/s
Ciena
Sentry4000
96 x 2,5 Gbit
Sumber: Communication International
  • Cost-efective Technology
Maraknya pentransferan data dalam jumlah besar semisal aplikasi multimedia turut mendorong penggunaan teknologi serat optik sampai ke pengguna (end user), dimana aplikasi demikian sangat membutuhkan media transmisi yang dapat diandalkan dari segi kualitas sinyal, waktu akses (no delay), keamanan data, daerah cakupan penerima yang luas, maupun harga jual yang kompetitif, yang kesemuanya itu sudah menjadi karakter suatu jaringan yang menggunakan serat optik sebagai media transmisinya. Kelebihan yang dimiliki media serat optik itu pula yang seringkali dimanfaatkan oleh orang-orang yang bertugas di bidang pemasaran suatu jaringan untuk menarik para pelanggan, terutama kepada jaringan TV kabel (TV networks) dan penyedia jasa telekomunikasi international (carrier), untuk berpaling dari penggunaan satelit sebagai media transmisinya.

Hal tersebut sangatlah beralasan, dari segi biaya misalnya, Project Oxygen mematok harga $10 juta untuk kanal (channel) sebanyak 24 buah, masing-masing sebesar 45 megabit untuk jangka waktu 25 tahun. Hal ini berarti biaya sewa satu buah kanal adalah $16.000 untuk setiap tahunnya. Bandingkan dengan biaya rata-rata penyewaan per tahun sebuah transponder satelit C-band dengan umur operasi antara 5-15 tahun yang memiliki bandwidth sebesar 36 Mhz, yang mana membutuhkan biaya sebesar $1.5 juta - $2 juta untuk kapasitas sebesar 45 megabit.

Terlebih lagi kegagalan jaringan satelit Iridium, yang diproyeksikan untuk mendukung aplikasi telepon satelit, menambah kekecewaan dengan dinyatakan bankrut beberapa bulan yang lalu akibat permasalahan yang tak kunjung selesai dalam peluncuran satelitnya yang berjumlah puluhan itu. Praktis jaringan satelit LEO (low earth obit) lainnya, yaitu Teledesic menjadi pemain utama untuk telepon satelit, meski dapat kita bayangkan biaya yang perlu dikeluarkan untuk satu menit percakapan mengingat jaringan yang mulai beroperasi secara penuh pada tahun 2003 nantinya memiliki 840 satelit yang membutuhkan biaya yang sangat besar yang pada gilirannya berdampak pada pembebanan biaya kepada pelanggan, belum lagi kalau terjadi malfunction yang menambah rumit proses perbaikan. Sementara jaringan wireless terrestrial dirasakan sudah mencukupi kebutuhan para pengguna telepon seluler yang kebanyakan berada di kota-kota besar saja.

Pada perkembangan selanjutnya, teknologi DWDM ini tidak saja dipergunakan pada jaringan utama (backbone), melainkan juga pada jaringan akses di kota-kota metropolitan di seluruh dunia, seperti halnya New York yang memiliki distrik bisnis yang terpusat. Alasan utama yang mendorong penggunaan DWDM pada jaringan akses ini tentu saja kemampuan sehelai serat optik yang sudah mampu mengakomodasikan puluhan bahkan ratusan panjang-gelombang sehingga setiap perusahaan penyewa dapat memiliki ‘jaringan’ masing-masing.

Komoditas Masa Mendatang

Dari segi bisnis terjadinya merger dan akuisisi besar-besaran yang terjadi di industri telekomunikasi belakangan ini juga tidak lepas dari prospek pertumbuhan teknologi serat optik. Sebuah riset menunjukkan bahwa pada tahun 1998 saja terdapat kurang lebih 259 kesepakatan dengan nilai total sekitar $220 milyar. Merger terbesar yang pernah terjadi di dalam industri telekomunikasi adalah yang terjadi di antara perusahaan no 2 dan no.3 terbesar di Amerika Serikat, yaitu MCI WorldCom dan Sprint senilai US$ 115 milyar pada awal bulan october 1999 yang lalu. Perusahaan yang lebih lanjut bernama WorldCom tersebut memfokuskan pelayanannya pada sambungan jarak jauh internasional, komunikasi data, internet, dan wireless yang didukung oleh jaringan serat optiknya yang luas.



Merger dan Akuisisi dalam Industri Telekomunikasi

Tahun
Jumlah kesepakatan
Nilai
(Milyar dollar)
1995
241
27,3
1996
240
78,6
1997
249
92,6
1998
259
219,6
1999
(s/d Mei)
111
156,4

Salah satu alasan yang mendorong terjadinya merger dan akuisisi tersebut tiada lain adalah akses jaringan. Ketika suatu perusahaaan memutuskan untuk membeli perusahaan sejenis lainnya, secara tidak langsung ia pun memperluas akses jaringan maupun pangsa pasarnya. Hal itu yang menjadi dasar pemikiran para CEO perusahaan-perusahaan telekomunikasi besar saat ini dalam mengantisipasi pasar global mendatang, dimana pangsa pasar yang saat ini menjadi target utama perusahaan perusahaan dunia tiada lain adalah kawasan Asia-Pasifik. Kawasan dengan jumlah penduduk terbanyak di bumi ini ternyata baru mencapai sekitar 22% atau senilai 1 trilliun dollar dari keseluruhan pasar untuk jasa telekomunikasi di seluruh dunia. Maka tak heran apabila raksasa-raksasa telekomunikasi, seperti MCI WorldCom, Sprint, AT&T dan BT (British Telecom), sudah jauh hari mengembangkan sayapnya dengan melakukan investasi terhadap perusahaan jasa telekomunikasi setempat, terutama di Jepang, Taiwan, Hongkong, Australia dsb.

Pemfokuskan biaya riset dan pengembangan (R&D) dapat menjadi alasan selanjutnya bagi terciptanya suatu merger, karena bagi pemain besar sekelas WorldCom dan seteru utamanya AT&T, R&D yang menelan biaya milyaran dolar setiap tahunnya merupakan jantung pertumbuhan bisnis mereka. Maka tidak mengherankan apabila langkah sistematis yang dilakukan oleh perusahaan WorldCom yang dibangun dari pengakuisisian 40-an perusahaan yang kesemuanya berkaitan dengan komunikasi melalui jaringan serat optik merupakan langkah spektakuler, dimana ini membantu perusahaan untuk memfokuskan biaya R&D-nya hanya pada satu bidang saja.

Satu hal yang dapat dipetik dari maraknya merger yang terjadi dalam industri telekomunikasi adalah keberadaan bandwidth yang semula hanya merupakan elemen dari sebuah sistem telekomunikasi, belakangan ini sudah menjadi sebuah komoditi yang menentukan apakah sebuah perusahaan memutuskan menggunakan jasa yang ditawarkan oleh suatu carrier atau seorang pengguna internet dalam memilih penyedia jasa internet (internet service provider/ISP) atau bahkan menentukan seberapa tinggi peningkatan atau penurunan nilai saham sebuah perusahaan telekomunikasi di dalam bursa saham New York (NYSE), Nasdaq dsb. Sebagai contoh adalah merger dua raksasa di atas yang mendapat apresiasi positif yang tercermin pada naiknya nilai saham kedua perusahaan yang memiliki nama baru WorldCom tersebut. Sprint FON, misalnya, yang diperdagangkan di New York Stock Exchange (NYSE) mengalami kenaikan sebesar 6,8% dari nilai saham semula sebesar $56,999, sementara rekannya MCI Worldcom yang diperdagangkan di Nasdaq Stock Market mengalami kenaikan sebesar 1,6% dari nilai saham awal sebesar $70,497. Terlebih lagi, memasuki tiga minggu setelah pernyataan merger tersebut dikeluarkan, nilai saham kedua perusahaan tersebut tetap menunjukkan kecenderungan meningkat, Sprint FON saat itu diperdagangkan pada $727/8, sementara MCI WorldCom diperdagangkan pada kisaran $835/8 untuk setiap lembar sahamnya.

  • Kesimpulan
Dengan demikian, keberadaan sistem komunikasi canggih, seperti halnya sistem komunikasi serat optik, merupakan kesempatan baik bagi negara-negara berkembang, khususnya Indonesia dengan jumlah SST kurang lebih 4% dari jumlah penduduknya yang berjumlah lebih 200 juta jiwa tersebut, dalam memenuhi kebutuhan akan permintaan sambungan telekomunikasi yang sedemikian besarnya. Terlebih memasuki era perdagangan bebas nanti, PT. Telekomunikasi Indonesia sudah berancang-ancang melepaskan hak monopolinya untuk penyelenggaraan jasa telekomunikasi lokal yang berarti nantinya pemain-pemain internasional yang memiliki jaringan yang luas dengan keunggulan dalam penggunaan teknologi dan macam jasa yang ditawarkan dengan harga yang sangat kompetitif, akan memasuki pasar Indonesia. Contohnya adalah MCI WorldCom, Sprint, AT&T dan IDT, yang termasuk ke dalam kategori LDDS (Long Distance Discount Service), membandrol secara flat biaya sambungan jarak jauh hanya sebesar 3,5 - 7 sen setiap menitnya.

Meski demikian, di dalam situasi dimana perkembangan teknologi sedemikian pesatnya ditambah lagi persaingan di antara penjual jasa telekomunikasi yang mengakibatkan biaya untuk jasa tertentu menjadi lebih kompetitif, hal terpenting dan mendesak untuk diingat oleh para penyedia maupun pengguna jasa telekomunikasi, pada khususnya, adalah agar mampu memilih dan mengembangkan teknologi yang tepat sesuai kebutuhan dan mengusahakan agar semua itu dipergunakan secara efektif. Berlebihnya suatu komoditi atau jasa yang ditawarkan bukanlah alasan untuk mempergunakan semua itu secara tidak bertanggung jawab.

0 komentar: