Mengapa pabrik cenderung memilih 230V untuk produknya
Secara umum di dunia ini ada dua type tegangan listrik berdasarkan besarnya yaitu tegangan daerah 100V yang meliputi tegangan sbb : Tegangan 100V ( Jepang )
Tegangan 110V ( Taiwan )
Tegangan 120V ( USA, Canada)
Secara umum di dunia ini ada dua type tegangan listrik berdasarkan besarnya yaitu tegangan daerah 100V yang meliputi tegangan sbb : Tegangan 100V ( Jepang )
Tegangan 110V ( Taiwan )
Tegangan 120V ( USA, Canada)
Dan tegangan daerah 200V yang meliputi
Tegangan 220V (Indonesia, Korea, Hongkong, dll)
Tegangan 230V ( Jerman, Perancis, dll)
Tegangan 240V ( UK, Australia, dll)
Tegangan 220V (Indonesia, Korea, Hongkong, dll)
Tegangan 230V ( Jerman, Perancis, dll)
Tegangan 240V ( UK, Australia, dll)
Bagi produk yang diset untuk bekerja optimum pada 230V maka ada tiga kemungkinan yang akan dihadapialat tsb setelah sampai di konsumen yaitu
* Menemukan tegangan 220V
Jika alat menghadapi kondisi ini, secara teknis masih bisa bekerja tapi kemungkinan tidak optimal karenasupply internal dari alat tsb kurang mendapat pasokan tegangan.
* Menemukan tegangan 230V
Dalam kondisi ini alat akan bekerja paling optimum, karena pada tegangan inilah alat memang dirancang.
* Menemukan tegangan 240V
Jika alat menghadapi kondisi ini, secara teknis masih bisa bekerja tapi juga tidak optimal, karena komponendalam rangkaian mendapat tegangan lebih yang berakibat lebih kepanasan dan untuk jangka panjangmungkin bisa memperpendek umur alat. power
Dari ketiga uraian di atas dapat pahami bahwa 230V bukan merupakan pilihan yang terbaik namun juga bukan pilihan yang dapat memberikan kondisi terburuk.
Mengapa beberapa pabrik cenderung menghindari tegangan 220V atau 240V
Jika alat di set pada 220V namun ahirnya ketemu tegangan 240V, maka kemungkinan alat menjadi mudahrusak, karena alat tersebut sudah mendapat supply tegangan dengan melampaui 10% dari batas nominalnya. Kalau alat ini ketemu tegangan kerja 230V, umumnya masih OK, karena mengalami kenaikan tegangan kerja yang hanya sekitar 5%
Jika alat di set pada 240V namun ahirnya ketemu tegangan 220V, maka sangat mungkin alat tidak maubekerja, karena mendapat supply tegangan yang lebih rendah 10% dari tegangan kerja optimalnya. Kalau alatini ketemu tegangan kerja 230V umumnya juga masih OK karena hanya mengalami penurunan tegangan kerja sekitar 5%.
Mengapa beberapa pabrik cenderung menghindari tegangan 220V atau 240V
Jika alat di set pada 220V namun ahirnya ketemu tegangan 240V, maka kemungkinan alat menjadi mudahrusak, karena alat tersebut sudah mendapat supply tegangan dengan melampaui 10% dari batas nominalnya. Kalau alat ini ketemu tegangan kerja 230V, umumnya masih OK, karena mengalami kenaikan tegangan kerja yang hanya sekitar 5%
Jika alat di set pada 240V namun ahirnya ketemu tegangan 220V, maka sangat mungkin alat tidak maubekerja, karena mendapat supply tegangan yang lebih rendah 10% dari tegangan kerja optimalnya. Kalau alatini ketemu tegangan kerja 230V umumnya juga masih OK karena hanya mengalami penurunan tegangan kerja sekitar 5%.
Atas dasar dua kondisi tersebut di atas maka tegangan kerja 230V seringkali menjadi pilihan walau pada ahirnya belum tentu menjadi pilihan terbaik ketika produk yang bersangkutan dipakai oleh konsumenya, kecuali kalau barang tersebut memang ahirnya ketemu tegangan 230V.
Sebuah Contoh Nyata
Ada sangat banyak aplikasi teknis yang bisa dipilih untuk menjelaskan tujuan dari tulisan ini, akan tetapi saya memilih contoh aplikasi trafo filament dari amplifier tabung sebagai studi kasus, karena mungkin relatif mudah untuk dimengerti.
Gambar 1, di atas adalah skema yang dipersingkat dari sebuah power amplifier tabung menggunakan tabung 6DJ8 yang dirancang untuk bekerja pada tegangan kerja 220V. Pada tegangan 220V ini trafo daya akan menghasilkan tegangan filament tepat sebesar 6.3V, dan tegangan ini adalah tegangan ideal yang dibutuhkan oleh tabung untuk bekerja dengan optimal. Jika tegangan naik menjadi 230V apalagi menjadi 240V, tabung tersebut akan menjadi overheat, umumnya dalam kondisi overheat suara yang dikeluarkan oleh tabung tsb akan menjadi distorsi.
Dari gambar ini bisa disimpulkan bahwa jika anda hendak membeli power amplifier tabung impor untuk dioperasikan di Indonesia, belilah yang tegangan kerja memang 220V agar anda bisa mendapatkan kualitas terbaik.
Dari gambar ini bisa disimpulkan bahwa jika anda hendak membeli power amplifier tabung impor untuk dioperasikan di Indonesia, belilah yang tegangan kerja memang 220V agar anda bisa mendapatkan kualitas terbaik.
Gambar2 di atas menampilkan skema yang dipersingkat dari sebuah amplifier tabung yang dirancang untuk bekerja pada tegangan 230V.
Ketika mendapat supply 220V, tegangan filament akan turun sampai 6V, pada situasi ini emisi pada tabung akan bekurang, sebaliknya ketika mendapat supply 240V, tegangan filament akan naik sampai 6.57 volt dan emisi menjadi berlebih. Pada tegangan 220V maupun 230V jelas filament bekerja pada tegangan yang tidal optimal karena pada tegangan kerja 220V tabung akan kekurangan emisi dan sebaliknya pada tegangan 240V tabung akan kelebihan emisi.
Ketika mendapat supply 220V, tegangan filament akan turun sampai 6V, pada situasi ini emisi pada tabung akan bekurang, sebaliknya ketika mendapat supply 240V, tegangan filament akan naik sampai 6.57 volt dan emisi menjadi berlebih. Pada tegangan 220V maupun 230V jelas filament bekerja pada tegangan yang tidal optimal karena pada tegangan kerja 220V tabung akan kekurangan emisi dan sebaliknya pada tegangan 240V tabung akan kelebihan emisi.
Pada gambar3 di atas, power amplifier tabung dirancang untuk bekerja pada 240V, dan pada nilai ini, tegangan filament yang keluar pada sekunder trafo akan tepat berada di 6.3V dan tabung tentunya akan bekerja optimal. Akan tetapi ketika tegangan menjadi 230V atau pun 220V, maka tegangan filament akan menjadi lebih rendah dari 6.3V, pada kondisi ini tabung akan kekurangan emisi, dan tentunya kualitas suara yang akan dihasilkan oleh power amplifier tabung tidak akan optimal pula.
Yang terbaik bagi kita tentunya adalah peralatan yang di set untuk bekerja pada tegangan sesuai dengan tempat dimana kita tinggal. Bagi kita di Indonesia tentunya peralatan yang di set untuk bekerja pada tegangan 220V adalah yang terbaik, karena listrik PLN di Indonesia adalah 220V bukannya 230V.
Jika anda tinggal di Australia, yang terbaik bagi anda adalah peralatan yang di set untuk bekerja pada tegangan 240V, jika anda tinggal di Amerika yang terbaik bagi anda adalah peralatan yang di set untuk bekerja pada tegangan 120V, jika anda tinggal di Perancis atau Jerman yang terbaik bagi anda adalah peralatan yang di set untuk bekerja pada tegangan 230V dan seterusnya.
0 komentar:
Posting Komentar