My Link

Photobucket

TV PANASONIC new αgold rusak dioda zener 56volt

Tv panasonic memang mempunyai beberapa protek salah satunya zener 56volt . Dengan adanya protek itu melindungi rangkaian dari kelebihan Tegangan dari Power Supply . Langkah pertama yang harus dilakukan menormalkan rangkaian Power Supply tegangan sekitar 40 an volt dengan mengganti capasitor 47uf dua buah dan melakukan solder ulang bagian Regulator.
Jangan lupa setelah tegangan normal pasang kembali zener 56 volt agar aman.

TIPS SERVIS DVD PLAYER

Sering kita menjumpai beraneka macam DVD player ,meskipun merknya banyak sistem kerjanya hampir sama
Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mereparasi DVD player :
• Rusak mati total bagian yang harus di periksa adalah power supply (periksa sekring,kabel AC,transistor,dioda ,dll) biasanya tegangan outputnya +12v,-12v,+5v,gnd
• Open close tidak berfungsi perksa bagian mekanik cd biasnya motor penggeraknya rusak,bisa juga karetnya putus,pernah juga saklar open closenya sendiri yang rusak.
• Gambar ada suara tidak ada biasanya yang rusak bagian audionya(ic preamp kecil 4558)
• Suara ada tapi gambar tidak ada kerusakkan pada bagian videonya coba urut jalurnya ada yang putus apa tidak dalam banyak kasus yang rusak ic pengolah gambarnya ,mpeg sekarang memakai board yang sangat kecil di banding mpeg yang keluaran lama jadi lebih cepat rusak dibanding yang keluaran lama
• Rusak NO DISC ,kerusakkan jenis ini bisa disebabkan banyak faktor
Periksa optik lens/lensa optik kalau kotor di bersihkan pakai cotton but tapi perlu hati-hati jangan sampai terlalu menekan usahakan ujung kapasnya yang lembut.
Periksa putaran motor utama pemutar disk kalau putarannya terlalu lambat ganti saja dengan yang baru(kerusakkan pada bagian ini sangat sering terjadi hal ini disebabkan karena kerja dari motor yang memang cukup berat harus memutar disk dengan sangat cepat).
Periksa apakah NO DISC terjadi pada semua disc(beberapa kasus ada yang hanya bisa memutar vcd dan mp3 tapi untuk dvd no disc,ada lagi yang kebalikannya bisa memutar dvd tapi no disc waktu memutar vcd dan mp3,yang lebih parah lagi tidak bisa membaca kedua-duanya) ganti optik dengan yang baru.Perlu diperhatikkan optik yang baru belum tentu bisa dipakai normal kadang ada yang hanya bisa memutar vcd saja

K3 Listrik ( Electrical Safety )

sign warning listrikListrik bagi kehidupan sangatlah penting, karena dari listrik kita mendapatkan energi untuk penerangan, komunikasi, bekerja, dan sebagainya. Tapi listrik juga akan sangat mematikan jika terdapat kesalahan karena ketidak pahaman mengenai bahaya listrik. Mengingat listrik sangat kita butuhkan dan listrik juga sangat berbahaya maka kami akan mencoba menjelaskan perundangan dan dasar dasar K3 Listrik atau Electrical Safety.

Dasar Hukum K3 Listrik atau Electrical Safety adalah :

1. UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

- Pasal 2 ayat ( 1 ) Huruf q ( Ruang Lingkup )

Setiap tempat dimana listrik dibangkitkan, ditransmisikan, dibagi-bagikan,disalurkan, dan digunakan

- Pasal 3 ayat ( 1 ) Huruf q ( Objective )

Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat syarat keselamatan kerja untuk :

q. Mencegah terkena aliran listrik berbahaya

Keputusan Menaker No.Kep.75/MEN/2002

Pemberlakuan Puil 2000

PUIL 2000 ( SNI 04-0225-2000 )

PUIL adalah Persyaratan Umum Instalasi Listrik

ditetapkan sebagai standar wajib

Kep.Men. ESDM NO : 2046 K /40/MEN/2001

Tanggal 28 Agustus 2001

Batas waktu penyesuaian 3 Tahun setelah ditetapkan

2. Pengertian :

- Intalasi listrik adalah bangunan mulai dari pembangkit tenaga sampai titik penggunaan akhir

- Peralatan Listrik adalah setiap alat yang pemakai listrik

- Perlengkapan Listrik adalah komponen komponen yang diperlukan pada instalasi listrik

3. Tujuan K3 Listrik :

- Menjamin kehandalan Instalasi listrik sesuai tujuan penggunaannya

- Mencegah timbulnya bahaya akibat listrik :

a. Bahaya sentuhan langsung.

b.Bahaya sentuhan tidak langung

c. Bahaya kebakaran.

Transmisi Listrik Jarak Jauh


Pusat pembangkit listrik biasanya terletak jauh dari pemukiman atau pelanggan. Sehingga listrik yang dihasilkan pusat pembangkit listrik perlu ditransmisikan dengan jarak yang cukup jauh. Transmisi energi listrik jarak jauh dilakukan dengan menggunakan tegangan tinggi, dengan alasan sebagai berikut:

Transmisi energi listrik jarak jauh

  1. Bila tegangan dibuat tinggi maka arus listriknya menjadi kecil.
  2. Dengan arus listrik yang kecil maka energi yang hilang pada kawat transmisi (energi disipasi) juga kecil.
  3. Juga dengan arus kecil cukup digunakan kawat berpenampang relatif lebih kecil, sehingga lebih ekonomis.

Energi listrik atau daya listrik yang hilang pada kawat transmisi jarak jauh dapat dihitung dengan persamaan energi dan daya listrik sebagai berikut:

W = energi listrik (joule)
I = kuat arus listrik (ampere)
R = hambatan (ohm)
t = waktu
P = daya listrik (watt)

Transmisi energi listrik jarak jauh menggunakan tegangan tinggi akan mengurangi kerugian kehilangan energi listrik selama transmisi oleh disipasi.

Contohnya daya listrik 2 MW ditransmisikan sampai jarak tertentu melalui kabel berhambatan 0,01 ohm. Hitung daya listrik yang hilang oleh transmisi tersebut, jika:

  1. menggunakan tegangan 200 Volt,
  2. menggunakan tegangan 400 kiloVolt ?

Penyelesaian:
Diketahui: P = 2 MW = 2.106 watt

R = 0,01 ohm

Ditanyakan: a. Philang pada tegangan 200 Volt = ........... ?

b. Philang pada tegangan V= 4.105 volt = ........... ?

  • Jadi, energi yang hilang di perjalanan setiap detiknya 106 watt. Nilai ini sangat besar karena

setengah dayanya akan hilang.

  • Jadi, energi yang hilang di perjalanan setiap detiknya hanya 0,25 watt

Masalah Radiasi Tegangan Tinggi

Pendahuluan

kabel jarRencana pemerintah untuk meningkatan kesejahteraan rakyat melalui industrialisasi tampaknya merupakan suatu rencana yang patut didukung oleh semua pihak. Berbagai investasi dalam bidang industri pada saat ini telah banyak dilakukan oleh pihak swasta, baik melalui penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun melalui penanaman modal asing (PMA). Sedangkan dari pihak pemerintah sendiri rupanya juga sudah cukup banyak yang dikerjakan melalui sektor industri, antara lain melalui kiprah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tergabung dalam kelompok industri strategis (BPIS) dan juga melalui industri petrokimia, industri semen, industri logam dan industri berat lainnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa semua kegiatan industri seperti di atas hanya dapat berjalan apabila tenaga listrik tersedia cukup memadai. Untuk mengatasi kebutuhan tenaga listrik tersebut, pihak pemerintah juga sudah memikirkannya antara lain melalui pembangunan pembangkit tenaga listrik berskala besar seperti yang ada di PLTU Suralaya (Jawa Barat), PLTU Paiton (Jawa Timur) dan PLTU Ujung Jati (Jawa Tengah) yang pada saat ini sedang dalam tahap pembangunan. Selain dari itu, pemerintah juga mengizinkan kepada pihak swasta untuk menanamkan modal dalam bidang penyediaan tenaga listrik daiam rangka pemenuhan kebutuhan listrik untuk industrialisasi. Hanya saja penjualan tenaga listrik yang dihasilkan oleh swasta kepada konsumen masih tetap melalui PLN sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Interkoneksi dan Transmisi Tenaga listrik

Pembangunan dalam sektor industri pada saat ini, sebenarnya merupakan kelanjutan pembangunan dari sektor-sektor lainnya yang telah dilakukan pada PJP I yang lalu. Pada PJP II ini pembangunan sektor industri diarahkan untuk menuju kepada kemandirian perekonomian nasional, meningkatkan kemampuan bersaing dan menaikkan pangsa pasar baik pangsa pasar dalam negeri maupun pangsa pasar luar negeri. Untuk dapat melakukan pembangunan sektor industri, masalah tenaga listrik merupakan salah satu faktor penentu yang harus diperhatikan dengan cermat. Kenaikan penyediaan tenaga listrik (daya terpasang kumulatif) sejak awal Pelita I sampai dengan akhir PJP I yang lalu, tampaknya merupakan indikasi keseriusan pemerintah untuk melakukan pembangunan sektor industri, seperti yang tampak pada grafik (terlampir).

Ketersediaan tenaga listrik selama PJP I yang meningkat pesat dengan laju pertumbuhan rata-rata 12,4 % per tahun dan pada akhir PJP I meningkat menjadi 17,5 % per tahun melebihi angka yang direncanakan yaitu 14,6 % per tahun. Laju pertumbuhan konsumsi tenaga listrik di Indonesia ternyata di atas angka rata-rata di Asia yang hanya sekitar 7,9 % per tahun dan jauh di atas rata-rata petumbuhan konsumsi tenaga listrik dunia yang hanya sekitar 3,6 % per tahun. Laju pertumbuhan tenaga listrik yang tinggi ini dapat dicapai dengan mengembangkan sistem jaringan terpadu.

Pengembangan sistem jaringan terpadu meliputi sistem interkoneksi pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang ada serta membangun sistem transmisi dari pusat pembangkit ke gardu induk. Pada saat ini interkoneksi di Indonesia baru dilaksanakan di Pulau Jawa, yaitu dengan sistem tegangan tinggi (75 kV dan 150 kV) serta tegangan ekstra tinggi (500 kV) yang menghubungkan beberapa PLTA dan PLTU yang terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu antara pusat pembangkit di Suralaya, Saguling, Semarang, Gresik dan Paiton. Sedangkan sistem distribusi (penyaluran) di Indonesia saat ini menggunakan tegangan 20 kV untuk primer dan 220/380 V untuk sekunder dengan frekuensi 50 Hz. Tujuan dari sistem interkoneksi dan transmisi secara terpadu ini antara lain untuk meningkatkan kemampuan suplai tenaga listrik, agar pada saat terjadi gangguan pada salah satu pusat pembangkit tidak terlalu berpengaruh pada konsumen. Sebagai contoh gangguan adalah pada PLTA yang sangat dipengaruhi oleh debit air, tandon air, limpahan dan daya muatnya. Sedangkan pada PLTU gangguan dapat berasal dari efisiensi kerja ketel uap, turbin dan sistem peralatan lainnya.

Sistem interkoneksi dan transmisi tersebut sering pula dinamakan dengan sistem Saluran Udara Tegangan (Ekstra) Tinggi yang sering disingkat dengan SUTET. Sistem interkoneksi dan transmisi tersebut saat ini memang harus dilakukan agar sistem jaringan terpadu dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik dapat dicapai. Namun dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang masalah keselamatan kerja dan keselamatan lingkungan, maka masalah interkoneksi dan transmisi (SUTET) dengan tegangan tinggi atau ekstra tinggi menjadi suatu persoalan yang harus diperhatikan dengan cermat apabila jaringan tegangan tinggi tersebut melewati daerah permukiman. Kasus jaringan tegangan tinggi yang melewati daerah Gresik dan daerah Parung kiranya dapat menjadi pelajaran yang menarik untuk perencanaan interkoneksi dan transmisi pada masa mendatang. Apa yang menyebabkan masyarakat menjadi cemas bila daerahnya dilewati jaringan tegangan tinggi, tidak lain adalah karena rasa khawatir dan takut terkena radiasi tegangan tinggi. Apa sebenarnya radiasi tegangan tinggi tersebut akan dibahas pada uraian berikut ini.

Apakah Radiasi Tegangan Tinggi itu?

Masalah radiasi tegangan tinggi sebenamya sudah sejak lama dipikirkan oleh para ahli, paling tidak semenjak James Clark Maxwell mengumumkan teorinya tentang :A dynamic theory of the electromagnetic field, suatu teori revolusioner tentang pergeseran arus yang diramalkan dapat menimbulkan gelombang elektromagnet yang merambat dengan kecepatan cahaya. Pada waktu teori tersebut diumumkan (tahun 1865) Maxwell belum menyebutnya sebagai suatu radiasi seperti yang kita kenal saat ini. Secara teoritis elektron yang membawa arus listrik pada jaringan tegangan tinggi akan bergerak lebih cepat bila perbedaan tegangannya makin tinggi. Elektron yang membawa arus listrik pada jaringan interkoneksi dan juga pada jaringan transmisi, akan menyebabkan timbulnya medan magnet maupun medan listrik. Elektron bebas yang terdapat dalam udara di sekitar jaringan tegangan tinggi, akan terpengaruh oleh adanya medan magnet dan medan listrik, sehingga gerakannya akan makin cepat dan hal ini dapat menyebabkan timbulnya ionisasi di udara. Ionisasi dapat terjadi karena elektron sebagai partikel yang bermuatan negatif dalam gerakannya akan bertumbukan dengan molekul-molekul udara sehingga timbul ionisasi berupa ion-ion dan elektron baru. Proses ini akan berjalan terus selama ada arus pada jaringan tegangan tinggi dan akibatnya ion dan elektron akan menjadi berlipat ganda terlebih lagi bila gradien tegangannya cukup tinggi. Udara yang lembab karena adanya pepohon di bawah jaringan tegangan tinggi akan lebih mempercepat terbentuknya pelipatan ion dan elektron yang disebut dengan avalanche. Akibat berlipatgandanya ion dan elektron ini (peristiwa avalanche) akan menimbulkan koronaberupa percikan busur cahaya yang seringkali disertai pula dengan suara mendesis dan bau khusus yang disebut dengan bau ozone. Peristiwa avalanche dan timbulnya korona akibat adanya medan magnet dan medan listrik pada jaringan tegangan tinggi inilah yang sering disamakan dengan radiasi gelombang elektromagnet atau radiasi tegangan tinggi.

Berbahayakah Radiasi Tegangan Tinggi itu?

Secara umum setiap bentuk radiasi gelombang elektromagnet dapat berpengaruh terhadap tubuh manusia. Sel-sel tubuh yang mudah membelah adalah bagian yang paling mudah dipengaruhi oleh radiasi. Tubuh yang sebagian besar berupa molekul air, juga mudah mengalami ionisasi oleh radiasi. Seberapa jauh pengaruhnya terhadap tubuh manusia, tergantung pada batas-batas aman yang diizinkan. Sebagai contoh untuk radiasi nuklir yang aman bagi manusia (untuk pekerja radiasi) adalah dosis di bawah 5000 mili Rem per tahun, sedangkan untuk masyarakat umum adalah 10 % dari harga tersebut. Lantas bagaimanakah dengan batasan aman untuk radiasi tegangan tinggi?

Grafik Sejauh ini batasan aman untuk radiasi tegangan tinggi masih terus diteliti dan para ahli di seluruh dunia masih belum sampai kepada kata sepakat tentang batasan aman tersebut. Penelitian pengaruh radiasi tegangan tinggi sejauh ini baru diketahui akibatnya terhadap binatang percobaan di laboratorium. Radiasi tegangan tinggi (radiasi elektromagnet) ternyata mempengaruhi sifat kekebalan (imun) tikus-tikus percobaan. Apakah radiasi tegangan tinggi juga bersifat cocarcinogenik (merangsang timbulnya kanker), ternyata masih dalam taraf dugaan saja, karena tikus-tikus percobaan yang dikenai radiasi tegangan tinggi tidak ada yang menjadi terserang kanker, walaupun diramalkan kemungkinan terkena kanker dapat meningkat karenanya. Memang terdapat perbedaan antara manusia dan tikus, sehingga penelitian terhadap tikus-tikus tersebut mungkin lain hasilnya terhadap manusia. Walaupun demikian, usaha manusia untuk mengurangi dampak teknologi berupa jaringan interkoneksi dan transmisi tegangan tinggi yang dapat menimbulkan kemungkinan terkena radiasi tegangan tinggi tetap perlu dilakukan, agar diperoleh kepastian mengenai harga batas aman bagi manusia.

Satuan untuk mengukur radiasi tegangan tinggi tidaklah sama dengan satuan untuk radiasi nuklir yang menggunakan satuan REM, singkatan Rontgen Equivalent of Man. Satuan radiasi tegangan tinggi masih menggunakan satuan Weber/meter2, yaitu satuan flux dalam sistem mks. Mengingat bahwa l Weber/m2 sama dengan 104 gauss, sedangkan satuan untuk induksi magnetik telah ditentukan dengan satuan Tesla yang besarnya sama dengan 104 gauss, maka satuan radiasi tegangan tinggi dapat juga menggunakan satuan Tesla yang identik dengan Weber/m2.

Walaupun belum ada kata sepakat untuk menentukan batas aman bagi radiasi tegangan tinggi, namun Amerika Serikat sebagai negara industri yang banyak menggunakan jaringan tegangan tinggi, telah menetapkan batas aman sebesar 0,2 mikro Weber/m2. Sedangkan Rusia (bekas Uni Sovyet) menetapkan batas aman radiasi tegangan tinggi dengan faktor 1000 lebih rendah dari yang telah ditetapkan Amerika Serikat. Adanya perbedaan penetapan batas aman ini disebabkan karena penelitian mengenai dampak radiasi tegangan tinggi terhadap manusia masih belum selesai dan masih terus dilakukan. Hal menarik dari penentuan harga batas aman tersebut adalah bahwa Amerika Serikat yang menetapkan harga batas aman tersebut adalah Radiation Protection Board, sedangkan di Rusia oleh Ministry Of Health (Departemen Kesehatan), sedangkan di Australia oleh Australian Radiation Protection Society (ARPS), suatu lembaga non pemerintah. Lantas bagaimanakah dengan di Indonesia? Siapakah yang akan menetapkan harga batas aman radiasi tegangan tinggi? Apakah BATAN, apakah Departemen Rata PenuhPerindustrian, apakah Departemen Kesehatan, apakah Menteri Negara Lingkungan Hidup ataukah pihak PLN sendiri yang banyak berkaitan dengan masalah jaringan tegangan tinggi. Masalah ini kiranya perlu segera ditetapkan, mengingat bahwa PLN masih akan membangun jaringan tegangan tinggi sebagai interkoneksi dan transmisi sepanjang 2000 km. Mudah-mudahan penetapan batas aman radiasi tegangan tinggi di Indonesia berdasarkan pertimbangan yang matang, sehingga masyarakat tidak menjadi takut dan khawatir bila daerahnya akan dilewati jaringan tegangan tinggi. Selain dari itu, penjelasan yang transparan dari pihak PLN kepada masyarakat perlu diberikan, agar program interkoneksi dan transimisi dapat berjalan lancar, sehingga program pembangunan sektor industri dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya kesejahteraan masyarakat diharapkan akan dapat meningkat.

IC Timer 555

Kalau ditanya apa komponen elektronika yang paling popular dan serba guna, maka jawabnya adalah IC timer 555. IC timer jenis ini sudah dikenal dan masih populer sampai saat ini sejak puluhan tahun yang lalu. Tepatnya IC 555 pertama kali dibuat oleh Signetics Corporation pada tahun 1971. IC timer 555 memberi solusi praktis dan relatif murah untuk berbagai aplikasi elektronik yang berkenaan dengan pewaktuan (timing). Terutama dua aplikasinya yang paling populer adalah rangkaian pewaktu monostable dan osilator astable. Jeroan utama komponen ini terdiri dari komparator dan flip-flop yang direalisasikan dengan banyak transistor.

Gambar 1 : IC Timer 555

Dari dulu hingga sekarang, prinsip kerja komponen jenis ini tidak berubah namun masing-masing pabrikan membuatnya dengan desain IC dan teknologi yang berbeda-beda. Hampir semua pabrikan membuat komponen jenis ini, walaupun dengan nama yang berbeda-beda. Misalnya National Semiconductor menyebutnya dengan LM555, Philips dan Texas Instrument menamakannya SE/NE555. Motorola / ON-Semi mendesainnya dengan transistor CMOS sehingga komsusi powernya cukup kecil dan menamakannya MC1455. Philips dan Maxim membuat versi CMOS-nya dengan nama ICM7555. Walaupun namanya berbeda-beda, tetapi fungsi dan pin diagramnya saling kompatibel satu dengan yang lainnya (functional and pin-to-pin compatible). Hanya saja ada beberapa karakteristik spesifik yang berbeda misalnya konsumsi daya, frekuensi maksimum dan sebagainya. Spesifikasi lebih detail biasanya dicantumkan pada datasheet masing-masing pabrikan. Dulu pertama kali casing dibuat dengan 8 pin T-package (tabular dari kaleng mirip transistor), namun sekarang lebih umum dengan kemasan IC DIP 8 pin.

Rangkaian Monostable

IC ini didesain sedemikian rupa sehingga hanya memerlukan sedikit komponen luar untuk bekerja. Diantaranya yang utama adalah resistor dan kapasitor luar (eksternal). IC ini memang bekerja dengan memanfaatkan prinsip pengisian (charging) dan pengosongan (discharging) dari kapasitor melalui resistor luar tersebut. Untuk menjelaskan prinsip kerjanya, coba perhatikan diagram gambar IC 555 dengan resistor dan kapasitor luar berikut ini. Rangkaian ini tidak lain adalah sebuah rangkaian pewaktu (timer) monostable. Prinsipnya rangkaian ini akan menghasilkan pulsa tunggal dengan lama tertentu pada keluaran pin 3, jika pin 2 dari komponen ini dipicu. Perhatikan di dalam IC ini ada dua komparator yaitu Comp A dan Comp B. Perhatikan juga di dalam IC ini ada 3 resistor internal R yang besarnya sama. Dengan susunan seri yang demikian terhadap VCC dan GND, rangkaian resistor internal ini merupakan pembagi tegangan. Susunan ini memberikan tegangan referensi yang masing-masing besarnya 2/3 VCC pada input negatif komparator A dan 1/3 VCC pada input positif komparator B.

Gambar 2 : Rangkaian pewaktu monostable

Pada keadaan tanpa input, keluaran pin 3 adalah 0 (ground atau normally low). Transistor Q1 yang ada di dalam IC ini selalu ON dan mencegah kapasitor eksternal C dari proses pengisisian (charging). Ketika ada sinyal trigger dari 1 ke 0 (VCC to GND) yang diumpankan ke pin 2 dan lebih kecil dari 1/3 VCC, maka serta merta komparator B men-set keluaran flip-flop. Ini pada gilirannya memicu transistor Q1 menjadi OFF. Jika transistor Q1 OFF akan membuka jalan bagi resistor eksternal R untuk mulai mengisi kapasitor C (charging). Pada saat yang sama output dari pin 3 menjadi high (VCC), dan terus high sampai satu saat tertentu yang diinginkan. Sebut saja lamanya adalah t detik, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengisi kapasitor C mencapai tegangan 2/3 VCC. Tegangan C ini disambungkan ke pin 6 yang tidak lain merupakan input positif comp A. Maka jika tegangan 2/3 VCC ini tercapai, komparator A akan men-reset flip-flop dan serta merta transistor internal Q1 menjadi ON kembali. Pada saat yang sama keluaran pin 3 dari IC 555 tersebut kembali menjadi 0 (GND).

Berapa lama pulsa yang dihasilkan amat tergantung dari nilai resitor dan kapasitor eksternal yang pasangkan. Dari rumus ekponensial pengisian kapasitor diketahui bahwa :

Vt = VCC(1- e-t/RC) ….. (1)

Vt adalah tegangan pada saat waktu t. Jika t adalah waktu eksponensial yang diperlukan untuk mengisi kapasitor sampai Vt = 2/3 VCC, maka rumus (1) dapat disubstitusi dengan nilai ini menjadi :

2/3 = 1-e-t/RC

1/3 = e-t/RC

ln(1/3) = -t/RC dan seterusnya dapat diperoleh

t = (1.0986123)RC yang dibulatkan menjadi

t = 1.1 RC

Inilah rumusan untuk mengitung lamanya keluaran pulsa tunggal yang dapat dihasilkan dengan rangkaian monostable dari IC 555.

Rangkaian Astable

Sedikit berdeda dengan rangkaian monostable, rangkaian astable dibuat dengan mengubah susunan resitor dan kapasitor luar pada IC 555 seperti gambar berikut. Ada dua buah resistor Ra dan Rb serta satu kapasitor eksternal C yang diperlukan. Prinsipnya rangkaian astable dibuat agar memicu dirinya sendiri berulang-ulang sehingga rangkaian ini dapat menghasilkan sinyal osilasi pada keluarannya. Pada saat power supply rangkaian ini di hidupkan, kapasitor C mulai terisi melalui resistor Ra dan Rb sampai mencapai tegangan 2/3 VCC. Pada saat tegangan ini tercapai, dapat dimengerti komparator A dari IC 555 mulai bekerja mereset flip-flop dan seterusnya membuat transistor Q1 ON. Ketika transisor ON, resitor Rb seolah dihubung singkat ke ground sehingga kapasitor C membuang muatannya (discharging) melalui resistor Rb. Pada saat ini keluaran pin 3 menjadi 0 (GND). Ketika discharging, tegangan pada pin 2 terus turun sampai mencapai 1/3 VCC. Ketika tegangan ini tercapai, bisa dipahami giliran komparator B yang bekerja dan kembali memicu transistor Q1 menjadi OFF. Ini menyebabkan keluaran pin 3 kembali menjadi high (VCC). Demikian seterusnya berulang-ulang sehingga terbentuk sinyal osilasi pada keluaran pin3. Terlihat di sini sinyal pemicu (trigger) kedua komparator tersebut bekerja bergantian pada tegangan antara 1/3 VCC dan 2/3 VCC. Inilah batasan untuk mengetahui lebar pulsa dan periode osilasi yang dihasilkan. Misal diasumsikan t1 adalah waktu proses pengisian kapasitor yang di isi melalui resistor Ra dan Rb dari 1/3 VCC sampai 2/3 VCC. Diasumsikan juga t2 adalah waktu discharging kapasitor melalui resistor Rb dari tegangan 2/3 VCC menjadi 1/3 VCC. Dengan perhitungan eksponensial dengan batasan 1/3 VCC dan 2/3 VCC maka dapat diperoleh :

t1 = ln(2) (Ra+Rb)C = 0.693 (Ra+Rb)C

dan

t2 = ln(2) RbC = 0.693 RbC

Gambar 3 : Rangkaian osilator astable

Periode osilator adalah dapat diketahui dengan menghitung T = t1 + t2. Persentasi duty cycle dari sinyal osilasi yang dihasilkan dihitung dari rumus t1/T. Jadi jika diinginkan duty cycle osilator sebesar (mendekati) 50%, maka dapat digunakan resistor Ra yang relatif jauh lebih kecil dari resistor Rb.

Penutup

Satu hal yang menarik dari komponen IC 555, baik timer aplikasi rangkaian monostable maupun frekuensi osilasi dari rangkaian astable tidak tergantung dari berapa nilai tegangan kerja VCC yang diberikan. Tegangan kerja IC 555 bisa bervariasi antara 5 sampai 15 Vdc. Tingkat keakuratan waktu (timing) yang dihasilkan tergantung dari nilai dan toleransi dari resistor dan kapasitor eksternal yang digunakan. Untuk rangkaian yang tergolong time critical, biasanya digunakan kapasitor dan resistor yang presisi dengan toleransi yang kecil. Pada banyak nota aplikasi, biasanya juga ditambahkan kapasitor 10 nF pada pin 5 ke ground untuk menjamin kestabilan tegangan referensi 2/3 VCC. Banyak aplikasi lain yang bisa dibuat dngan IC 555, salah satu aplikasi yang populer lainnya adalah rangkaian PWM (Pulse Width Modulation). Rangkaian PWM mudah direalisasikan dengan sedikit mengubah fungsi dari rangkaian pewaktu monostable. Yaitu dengan memicu pin trigger (pin 2) secara kontiniu sesuai dengan perioda clock yang diinginkan, sedangkan lebar pulsa dapat diatur dengan memberikan tegangan variabel pada pin control voltage (pin5). Di pasaran banyak juga jumpai dua timer 555 yang dikemas didalam satu IC misalnya IC LM556 atau MC1456.

Teknologi Telekomunikasi Selular Generasi 3 (3G) - Pertarungan CDMA versus UMTS

Boleh jadi tahun 2006 merupakan awal dari bakal digelarnya teknologi telekomunikasi selular 3G di Indonesia. Seperti yang diketahui, disamping 2 operator baru memperoleh kapling frekuensi 3G, ada 3 operator besar pemain lama yang juga mendapatkan masing-masin 1 kanal frekuensi 3G sebesar 5Mhz melalui lelang yang diselenggarakan pemerintah awal tahun 2006. Selama ini kita sudah mengenal teknologi generasi ke-2 yang disebut 2G serta pengembangannya menjadi 2.5G. Teknologi 2G adalah teknologi selular digital yang memberikan layanan komunikasi suara dan transfer data yang terbatas. Sementara itu dengan 2.5G transfer data kecepatan lebih tinggi sudah dapat dilakukan, misalnya koneksi ke internet. Teknologi 3G memungkinkan dilakukannya percakapan suara (voice), data dan gambar (video). Ada dua sistem yang saat ini yang sedang memperebutkan pasar seluler 3G yaitu UMTS dan CDMA. Keduanya sama-sama mengacu pada standad 3GPP.


Evolusi CDMA

Beberapa tahun belakangan ini terjadi perdebatan di dunia per-telekomunikasi-an sejak kehadiran teknologi CDMA sebagai solusi tandingan dari teknologi GSM. Walaupun saat ini perangkat CDMA yang digelar di tanah air baru berupa CDMA-2000-1x, namun gaung yang terdengar di masyarakat bahwa CDMA adalah 3G. Hal ini bukan tanpa sebab, karena masyarakat selama ini sudah akrab dengan telepon genggam GSM/GPRS yang notabene adalah 2G/2.5G. Sehingga cukup beralasan jika teknologi CDMA yang muncul belakangan di anggap sebagai 3G. Pelaku bisnis CDMA termasuk operator dan pabrik pembuat juga gencar melakukan promosi 3G yang sah-sah saja untuk merebut pasar telepon seluler yang ramai ini.


Menurut hemat penulis, CDMA 2000 1x masih merupakan teknologi alternatif dari GSM dan GPRS yang dikenal dengan teknologi 2G/2.5G. Untuk menuju ke era 3G, teknologi CDMA-1x mesti berevolusi menjadi CDMA EV-DO dan CDMA EV-DV (lihat grafik berikut ini). Awalnya dikenalkan teknologi CDMA one yang banyak dimanfaatkan sebagai 'fix wireless'. Kemudian seiring dengan perkembangan pasar seluler yang menggiurkan namun di sisi lain ada keterbatasan bandwith GSM, maka dikenalkanlah ke masyarakat telepon selular berbasis CDMA 2000 1x. Operator-operator selular baru muncul di Indonesia mengusung teknologi ini yang promosinya mulai gencar satu tahun belakangan sejak tahun 2004 dengan tarifnya sangat bersaing. Memang pada kenyataannya secara teoritis selain untuk komunikasi suara, kecepatan data (bit-rate) CDMA 2000 1x bisa mengungguli GSM/GPRS (lihat grafik). Kecepatan ini sudah cukup misalnya untuk aplikasi video streaming.


Pada perkembangan berikutnya untuk menyediakan layanan data berkecepan tinggi, operator CDMA harus ber-investasi lagi pada platform terpisah yang dinamakan CDMA EV-DO. Sesuai dengan namanya CDMA EVDO ini khusus diperuntukan bagi layanan seluler data saja (data only). Jika ini EVDO ini ada, barulah bisa disebut sebagai teknologi 3G/CDMA. Evolusi selanjutnya adalah CDMA EVDV yang memungkinkan layanan data dan suara (Data & Voice) dalam satu platform.



Evolusi GSM

Sementara itu 3 operator selular besar di Indonesia sudah terkadung mengucurkan dana investasinya menggunakan teknologi GSM/GPRS. Sehingga mau tidak mau, untuk menuju ke era 3G mestilah di carikan solusi evolusi yang optimal untuk peralihan dari teknologi 2G/2.5G ke 3G. Pabrikan pembuat dan penyedia perangkat GSM menyebutnya teknologi 3G/UMTS atau disingkat saja dengan UMTS sebagai jawabannya. Sebenarnya sebelum merampungkan teknologi UMTS, para pabrikan perangkat seluler memiliki teknologi yang disebut EDGE. Pada dasarnya EDGE adalah GSM juga, tetapi dengan metodologi modulasi yang berbeda dapat memungkinkannya untuk mencapai kecepatan bit rate sampai 474 kbps. Namun memang operator GSM yang ada lebih menunggu kesiapan UMTS daripada menghabiskan dana menggelar layanan EDGE.


Sebenarnya kalau disebut evulosi dari GSM ke UMTS juga tidak sepenuhnya tepat. GSM/GPRS dan UMTS adalah dua teknologi dengan platform yang berbeda. GSM menggunakan TDMA sedangkan UMTS menggunakan W-CDMA. Keduanya akan selalu ada sampai beberapa tahun ke depan, sampai pada suatu masa dimana semua pengguna GSM/GPRS beralih menggunakan UMTS.


Perlahan-lahan jangkauan sel (coverage) UMTS akan dibuat paling tidak sama dengan GSM. Lalu kemudian pada saatnya ketika semua orang sudah memikiki handset 3G, maka secara hukum alam era GSM/GPRS akan berakhir. Namun ini semua tergantung dari operator selular, sejauh mana investasi mereka di GSM/GPRS sudah ditanamkan dan sejauh mana pelanggan beralih sepenuhnya ke 3G. Bahasa keren-nya mereka harus mempertimbangkan ROI (return of investment) secara tepat. Hal ini bisa berlangsung lama sehingga kedua jaringan GSM/GPRS dan UMTS akan selalu ada dalam waktu yang cukup lama. Masih banyak juga kan orang yang masih memakai handset selular model dahulu kala, yang penting bisa untuk menelepon dan kirim SMS.


Seakan persaingan yang tiada akhir, evolusi UMTS selanjutnya sudah dirancang untuk dapat memberikan layanan data kecepatan yang lebih tinggi lagi dibanding dengan CDMA EVDV (lihat grafik). Beberapa penyedia perangkat mengatakan evolusinya adalah hanya dengan mengupgrade SW-nya saja sudah dapat mendukung HSDPA. Kecepatannya mungkin masih belum terbayangkan saat ini bagaimana 14.4 Mbps itu. Nantinya untuk layanan 3G, penyedia jasa selular bakal menawarkan aplikasi interaktif seperti video call, video on demand, digital radio channel dan lain-lain. Disamping kegemaran lain untuk browsing, chating, nge-game on line, downloading lewat kotak kecil dalam genggaman yang bernama handphone.


Tetapi memang semua tergantung pada pasar dan masyarakat penggunanya. Pelanggan telepon selular pada dasarnya juga tidak terlalu perduli apakah jaringan selular yang digunakan CDMA atau UMTS. Asal tarif layanan 3G bisa bersaing dan yang penting masih terjangkau oleh kawula muda, kawula profesional dan kawula lainnya, barangkali semua itu akan cepat terwujud. Kalau tidak, mungkin ceritanya bakal sama dengan layanan GPRS yang agak kurang peminat. Tarif telepon mahal sih.


2G : 2nd Generation

3G : 3rd Generation

CDMA : Code Division Multiple Access

EDGE : Enhanced Data Rate for GSM Evolution

EVDV : Evolution Data Video

EVDO : Evolution Data Only

GPRS : General Packet Radio Service

GSM : Global System for Mobile

HSDPA : Highspeed Downlink Packet Access

TDMA : Time Division Multiple Access

UMTS : Universal Mobile Telecommunication System

W-CDMA: Wideband - CDMA

Mitos Audio Power Rating - RMS vs PMPO

Kalau anda sering berkunjung ke pusat perbelanjaan elektronik, mungkin yang pertama kali menarik perhatian anda adalah sebuah stereo set yang memiliki beberapa deret speaker 'monster' di kiri dan kanannya. Lalu yang paling menyolok adalah ada embel-embel banner kertas tertempel mentereng di speakernya yang bertuliskan 2000 W PMPO. Harganya lumayan murah dan yang jelas dalam benak anda tentu dengan power sebesar ini suaranya akan mengelegar dan membahana. Ditempat lain ada satu stereo set compo yang hampir sama besar susunan speakernya tetapi kalau diperhatikan spesifikasinya yang dengan tulisan kecil terbaca hanya 100 W RMS. Dari kenyataan ini, kalau anda sedang menimbang-nimbang untuk membeli sebuah compo, tentu pilihan akan jatuh pada stereo set yang pertama. Sebab dengan harga yang relatif sama bahkan mungkin lebih murah, anda bisa membuat tetangga iri dengan suara compo yang menggelegar itu. Namun setelah anda mencoba-coba compo yang dipajang ditoko tersebut, suara dari compo yang kedua ternyata bisa juga diumbar sama seperti stereo set yang pertama. Kemudian, kalau diteliti lagi ternyata kebutuhan energi listrik dari kedua set audio tersebut kira-kira 170 W. Dengan notasi power rating 100 W RMS, masih dapat dimaklumi ada efisiensi perangkat sehingga power audio yang dihasilkan wajar kalau lebih kecil dari energi listrik yang dikonsumsi. Lalu bagaimana mungkin energi 170 W sekecil ini bisa menghasilkan power sebesar 2000 W PMPO.

Satuan Watt

Bagi konsumen tentu persepsi dari bahasa iklan dari power rating ini bisa jadi membingungkan. Lalu apakah bahasa iklan ini menggambarkan hal yang sebenarnya. Adakah mitos tersembunyi dibalik spesifikasi ini dan bagaimana sebenarnya rating ini dibuat. Sebagai penggemar dan peminat elektronika, tentu kita sudah mengenal satuan watt yang menunjukkan besar daya, tenaga atau power. Dalam hal ini yang dimaksud adalah daya amplifier dari satu sistem penguat audio dan hasil akhirnya adalah tingkat kebisingan (loudness) yang keluar lewat speaker. Secara matematis power diitulis dengan P = V.I dan dengan hukum ohm maka P = V2/R dengan satuan watt (W). R adalah impedansi pada setiap tahap keluaran dan pada keluaran akhir R tidak lain adalah impedansi dari speaker yang besarnya standard 8 Ohm. Ketika alunan musiknya lembut dan pelan, tentu power yang keluar lewat speaker juga pelan dan kita ketahui daya yang keluar secara matematis akan lebih kecil. Misalya tegangan keluar ke speaker adalah 10 volt AC sehingga dayanya pada saat itu adalah P = 102/8 = 12.5 W. Namun ketika aluanan suara musiknya keras, tegangan keluar pada speaker menjadi lebih besar misalnya 20 volt AC, dan pada saat itu daya yang keluar adalah P = 202/8 = 50 W. Sebenarnya nilai power dalam watt belum sepenuhnya menunjukkan tingkat kebisingan. Besaran tingkat kebisingan di ukur dengan satuan dB yang logaritmis sesuai dengan telinga manusia yang merespons suara juga secara logaritmis. Tingkat kebisingan juga masih tergantung dari efisiensi speaker yang mentransformasikan energi listrik menjadi energi suara. Sebagian lagi terbuang menjadi energi panas.

Pengujian power rating RMS

Musik adalah gelombang sinusoidal yang frekuensi dan besar tengangannya tidak konstan melainkan naik turun sesuai dengan alunan musiknya. Tegangan ini bisa negatif dan bisa juga positif. Standard pengukuran spesifikasi rating daya keluaran sistem audio adalah dengan menginjeksi sinyal sinusoidal pada inputnya. Dengan menggunakan frekuensi pada rentang 20 Hz - 20 KHz. Ini adalah rentang frekuensi suara yang dapat didengar oleh manusia. Beberapa pabrikan melakukan test hanya pada frekuensi 1 KHz saja. Pengukuran yang lebih fair adalah dengan menginputkan sinyal pink noise yaitu sinyal gabungan dari banyak frekuensi pada rentang 20Hz - 20kHz. Lalu volume suara dinaikkan sampai terjadi cacat distorsi pada gelombang keluarannya. Cacat distorsi ini dikenal dengan sebutan THD (Total Harmonic Distorsion) yaitu sampai terjadinya clipping pada puncak gelombang keluar yang dihasilkan. Gambaran gelombang ini mudah diketahui dengan menggunakan osiloskop. Batasan inilah yang menjadi acuan batas maksimum dari power yang dapat dihasilkan oleh suatu sistem audio.

Cacat distorsi atau clipping dapat disebabkan oleh batasan dari sistem penguat (amplifier), batasan komponen dan juga batasan dari sistem power supply. Batasan power supply menjadi penting, sebab ini merupakan sumber energi dari suara yang dihasilkan. Jika volume suara makin menggelegar tentu saja diperlukan power supply yang stabil untuk mencapainya. Jika sudah diketahui sampai dimana tegangan keluar maksimum, maka akan diketahui berapa nilai tegangan puncak (peak) yang dapat dihasilkan tanpa cacat (atau hampir cacat). Karena gelombang sinus naik turun, tentu tidak dengan serta merta nilai tegangan peak yang diambil untuk menghitung nilai power rating sistem audio tersebut. Melainkan dengan menggunakan nilai tegangan RMS (Root Mean Square). Kalau diterjemahkan ini adalah tegangan rata-rata akar kuadrat yaitu representasi tegangan DC dari sinyal AC (sinusoidal). Tengangan sinusoidal ini secara matematis adalah Vt=Vp sin (wt), Vp adalah tegangan puncak dan w = 2pf . Dengan pendekatan rumus integral sinus kuadrat diperoleh tegangan rata-rata VRMS = Vp/Ö2 atau kira-kira = 0.707 Vp. Dengan demikian power atau daya dapat dihitung dengan PRMS = (VRMS)2/R. Beberapa pabrikan masih mentolerir besar distorsi 1 % - 10 %. Standard pengujian yang benar akan mencantumkan nilai atau rentang frekuensi uji dan besar nilai toleran distorsi. Misalnya dengan mencantumkan pada spesifikasi teknisnya 50 W RMS 1% THD atau 65 W RMS 10% THD plus dengan catatan pada frekuensi berapa hasil uji dilakukan.

Power rating PMPO

Musik pada kenyataannya bukanlah gelombang sinusoidal yang konstan. Melainkan gabungan dari beberapa harmonisasi gelombang yang terkadang keras dan terkadang pelan. Dalam satu alunan musik barangkali hanya 40% yang keras. Dengan asumsi demikian, maka tentu power supply dari sistem audio yang bersangkutan akan masih mampu mensuplay arus lebih besar. Sistem akan masih dapat memberikan tegangan peak yang lebih tinggi dan halhasil adalah penunjukkan power yang lebih besar. Dari sinilah muncul istilah PMPO (Peak Music Power Output). Pabrikan bisa saja mengasumsikan persentasi sinyal musik secara berlainan misalnya hanya 10% - 20 %. Bahkan yang sangat ekstreem adalah lebih kecil dari 1 %, serta pengujiannya dilakukan dengan menggunakan sinyal input yang berupa sinyal kejut hanya beberapa milisecond saja. Dengan cara ini tentu saja sistem dengan penguatannya yang maksimum akan mampu menghasilkan tegangan peak yang sangat tinggi tanpa cacat distorsi. Tegangan ini dapat mencapai misalnya 63 VAC, yang jika dihitung powernya adalah P = 632/8, kira-kira = 500 PMPO. Tentu saja keadaan ideal ini tidak akan tercapai pada kondisi sebenarnya. Pengukuran PMPO bukanlah suatu standard industri atau dengan kata lain tidak ada standard pengukuran yang baku. Istilah ini menurut hemat penulis adalah bahasa iklan untuk keperluan komersial. Tujuannya agar sistem terlihat lebih garang dan tentu saja dapat mendongkrak penjualan yang lebih banyak. Untuk itu sebagai konsumen pembeli, harus kritis dan teliti. Misalnya jika disebutkan power sistem audio incaran tertulis 4500 W PMPO. Kalau diteliti mungkin ini total penjumlahan untuk 5 kanal yaitu kanal depan kiri dan kanan, kanal belakang kiri dan kanan serta satu kanal sub woofer.

Penutup

RMS atau PMPO sama-sama menunjukkan power rating, namun keduanya tidak dapat diperbandingkan. Selain tidak ada standard pengukuran PMPO yang baku, metode pengukurannya juga berbeda. Namun sebagai ancar-ancar biasanya power PMPO adalah mark up 20 sampai 40 kali lebih besar dibandingkan power RMS. Jika tertulis 1000 W PMPO bisa saja power sebenarnya sama dengan 25 W - 50 W RMS. Pencantuman power rating tentu saja untuk menunjukkan sampai dimana kemampuan tingkat kebisingan yang bisa dihasilkan. Tentu ini hanyalah sebuah angka yang menunjukkan kemampuan maksimum perangkat audio tersebut. Jika dianalogikan dengan mobil, ini tidak beda dengan catatan spesifikasi kecepatan yang tertera dapat mencapai 220 km/jam. Namun apakah kecepatan maksimum demikian bisa tercapai, adalah hal yang lain. Tentu bisa tercapai dengan syarat kondisi-kondisi tertentu. Jalan aspal lebar dan mulus, tidak ada tanjakan, mesin masih baru, bahan bakar dengan oktan tinggi, oli yang tepat, grip serta tekanan ban ideal, suhu mesih ideal, berat mobil efisien, ringan dan ideal, lalu cuaca harus cerah, tidak ada angin apalagi hujan dan yang penting lagi pengemudinya harus punya nyali sekelas pembalap formula 1. Kalau tidak, mobil paling pol dapat dipacu mencapai 140 km/jam dan ini juga sebenarnya sudah mendebarkan. Demikian juga dengan sistem audio, dengan volume yang sedang-sedang saja dengan alunan yang harmonis kiranya anda sudah cukup puas. Belum tentu anda tega meng-umbar volume audio anda sekencang-kencangnya sampai kaca-kaca jendela rumah anda pecah semua.

Induktor

Masih ingat aturan tangan kanan pada pelajaran fisika ? Ini cara yang efektif untuk mengetahui arah medan listrik terhadap arus listrik. Jika seutas kawat tembaga diberi aliran listrik, maka di sekeliling kawat tembaga akan terbentuk medan listrik. Dengan aturan tangan kanan dapat diketahui arah medan listrik terhadap arah arus listrik. Caranya sederhana yaitu dengan mengacungkan jari jempol tangan kanan sedangkan keempat jari lain menggenggam. Arah jempol adalah arah arus dan arah ke empat jari lain adalah arah medan listrik yang mengitarinya.aturan tangan kanan medan induksi

Gambar-1 : Aturan tangan kanan medan induksi

Tentu masih ingat juga percobaan dua utas kawat tembaga paralel yang keduanya diberi arus listrik. Jika arah arusnya berlawanan, kedua kawat tembaga tersebut saling menjauh. Tetapi jika arah arusnya sama ternyata keduanya berdekatan saling tarik-menarik. Hal ini terjadi karena adanya induksi medan listrik. Dikenal medan listrik dengan simbol B dan satuannya Tesla (T). Besar akumulasi medan listrik B pada suatu luas area A tertentu difenisikan sebagai besar magnetic flux. Simbol yang biasa digunakan untuk menunjukkan besar magnetic flux ini adalah F dan satuannya Weber (Wb = T.m2). Secara matematis besarnya adalah :

medan flux

medan flux...(1)

Lalu bagaimana jika kawat tembaga itu dililitkan membentuk koil atau kumparan. Jika kumparan tersebut dialiri listrik maka tiap lilitan akan saling menginduksi satu dengan yang lainnya. Medan listrik yang terbentuk akan segaris dan saling menguatkan. Komponen yang seperti inilah yang dikenal dengan induktor selenoid.

Dari buku fisika dan teori medan yang menjelimet, dibuktikan bahwa induktor adalah komponen yang dapat menyimpan energi magnetik. Energi ini direpresentasikan dengan adanya tegangan emf (electromotive force) jika induktor dialiri listrik. Secara matematis tegangan emf ditulis :

tegangan emf

tegangan emf .... (2)

Jika dibandingkan dengan rumus hukum Ohm V=RI, maka kelihatan ada kesamaan rumus. Jika R disebut resistansi dari resistor dan V adalah besar tegangan jepit jika resistor dialiri listrik sebesar I. Maka L adalah induktansi dari induktor dan E adalah tegangan yang timbul jika induktor dilairi listrik. Tegangan emf di sini adalah respon terhadap perubahan arus fungsi dari waktu terlihat dari rumus di/dt. Sedangkan bilangan negatif sesuai dengan hukum Lenz yang mengatakan efek induksi cenderung melawan perubahan yang menyebabkannya.

Hubungan antara emf dan arus inilah yang disebut dengan induktansi, dan satuan yang digunakan adalah (H) Henry.

Induktor disebut self-induced

Arus listrik yang melewati kabel, jalur-jalur pcb dalam suatu rangkain berpotensi untuk menghasilkan medan induksi. Ini yang sering menjadi pertimbangan dalam mendesain pcb supaya bebas dari efek induktansi terutama jika multilayer. Tegangan emf akan menjadi penting saat perubahan arusnya fluktuatif. Efek emf menjadi signifikan pada sebuah induktor, karena perubahan arus yang melewati tiap lilitan akan saling menginduksi. Ini yang dimaksud dengan self-induced. Secara matematis induktansi pada suatu induktor dengan jumlah lilitan sebanyak N adalah akumulasi flux magnet untuk tiap arus yang melewatinya :

induktansi L

induktansi ...... (3)

gambar induktor

Gambar-2 : Induktor selenoida

Fungsi utama dari induktor di dalam suatu rangkaian adalah untuk melawan fluktuasi arus yang melewatinya. Aplikasinya pada rangkaian dc salah satunya adalah untuk menghasilkan tegangan dc yang konstan terhadap fluktuasi beban arus. Pada aplikasi rangkaian ac, salah satu gunanya adalah bisa untuk meredam perubahan fluktuasi arus yang tidak dinginkan. Akan lebih banyak lagi fungsi dari induktor yang bisa diaplikasikan pada rangkaian filter, tuner dan sebagainya.

Dari pemahaman fisika, elektron yang bergerak akan menimbulkan medan elektrik di sekitarnya. Berbagai bentuk kumparan, persegi empat, setegah lingkaran ataupun lingkaran penuh, jika dialiri listrik akan menghasilkan medan listrik yang berbeda. Penampang induktor biasanya berbentuk lingkaran, sehingga diketahui besar medan listrik di titik tengah lingkaran adalah :

medan listrik

Medan listrik ........ (4)

Jika dikembangkan, n adalah jumlah lilitan N relatif terhadap panjang induktor l. Secara matematis ditulis :

rumus lilitan induktor

Lilitan per-meter……….(5)

Lalu i adalah besar arus melewati induktor tersebut. Ada simbol m yang dinamakan permeability dan mo yang disebut permeability udara vakum. Besar permeability m tergantung dari bahan inti (core) dari induktor. Untuk induktor tanpa inti (air winding) m = 1.

Jika rumus-rumus di atas di subsitusikan maka rumus induktansi (rumus 3) dapat ditulis menjadi :

Induktansi Induktor

Induktansi Induktor ..... (6)

Induktor selenoida dengan inti

Gambar-3 : Induktor selenoida dengan inti (core)


L : induktansi dalam H (Henry)

m : permeability inti (core)

mo : permeability udara vakum

mo = 4p x 10-7

N : jumlah lilitan induktor

A : luas penampang induktor (m2)

l : panjang induktor (m)

Inilah rumus untuk menghitung nilai induktansi dari sebuah induktor. Tentu saja rumus ini bisa dibolak-balik untuk menghitung jumlah lilitan induktor jika nilai induktansinya sudah ditentukan.

Toroid

Ada satu jenis induktor yang kenal dengan nama toroid. Jika biasanya induktor berbentuk silinder memanjang, maka toroid berbentuk lingkaran. Biasanya selalu menggunakan inti besi (core) yang juga berbentuk lingkaran seperti kue donat.

Induktor toroida

Gambar-4 : Induktor Toroida

Jika jari-jari toroid adalah r, yaitu jari-jari lingkar luar dikurang jari-jari lingkar dalam. Maka panjang induktor efektif adalah kira-kira :

keliling lingkaran toroida

Keliling lingkaran toroida …... (7)

Dengan demikian untuk toroida besar induktansi L adalah :

Induktansi toroida

Induktansi Toroida ………(8)

Salah satu keuntungan induktor berbentuk toroid, dapat induktor dengan induktansi yang lebih besar dan dimensi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan induktor berbentuk silinder. Juga karena toroid umumnya menggunakan inti (core) yang melingkar, maka medan induksinya tertutup dan relatif tidak menginduksi komponen lain yang berdekatan di dalam satu pcb.

Ferit dan Permeability

Besi lunak banyak digunakan sebagai inti (core) dari induktor yang disebut ferit. Ada bermacam-macam bahan ferit yang disebut ferromagnetik. Bahan dasarnya adalah bubuk besi oksida yang disebut juga iron powder. Ada juga ferit yang dicampur dengan bahan bubuk lain seperti nickle, manganase, zinc (seng) dan mangnesium. Melalui proses yang dinamakan kalsinasi yaitu dengan pemanasan tinggi dan tekanan tinggi, bubuk campuran tersebut dibuat menjadi komposisi yang padat. Proses pembuatannya sama seperti membuat keramik. Oleh sebab itu ferit ini sebenarnya adalah keramik.

Ferit yang sering dijumpai ada yang memiliki m = 1 sampai m = 15.000. Dapat dipahami penggunaan ferit dimaksudkan untuk mendapatkan nilai induktansi yang lebih besar relatif terhadap jumlah lilitan yang lebih sedikit serta dimensi induktor yang lebih kecil.

Penggunaan ferit juga disesuaikan dengan frekeunsi kerjanya. Karena beberapa ferit akan optimum jika bekerja pada selang frekuensi tertentu. Berikut ini adalah beberapa contoh bahan ferit yang dipasar dikenal dengan kode nomer materialnya. Pabrik pembuat biasanya dapat memberikan data kode material, dimensi dan permeability yang lebih detail.

Tabel-1 : Data Material Ferit

tabel data material ferit

Sampai di sini kita sudah dapat menghitung nilai induktansi suatu induktor. Misalnya induktor dengan jumlah lilitan 20, berdiameter 1 cm dengan panjang 2 cm serta mengunakan inti ferit dengan m = 3000. Dapat diketahui nilai induktansinya adalah :

L = 5.9 mH (aproksimasi)

Selain ferit yang berbentuk silinder ada juga ferit yang berbentuk toroida. Umumnya dipasar tersedia berbagai macam jenis dan ukuran toroida. Jika datanya lengkap, maka kita dapat menghitung nilai induktansi dengan menggunakan rumus-rumus yang ada. Karena perlu diketahui nilai permeability bahan ferit, diameter lingkar luar, diameter lingkar dalam serta luas penampang toroida. Tetapi biasanya pabrikan hanya membuat daftar indeks induktansi (inductance index) AL. Indeks ini dihitung berdasarkan dimensi dan permeability ferit. Dengan data ini dapat dihitung jumlah lilitan yang diperlukan untuk mendapatkan nilai induktansi tertentu. Seperti contoh tabel AL berikut ini yang satuannya mH/100 lilitan.

Tabel-2 : Contoh Tabel AL

Tabel AL

Rumus untuk menghitung jumlah lilitan yang diperlukan untuk mendapatkan nilai induktansi yang diinginkan adalah :

indeks AL

Indeks AL ………. (9)

Misalnya digunakan ferit toroida T50-1, maka dari table diketahui nilai AL = 100. Maka untuk mendapatkan induktor sebesar 4mH diperlukan lilitan sebanyak :

N = 20 lilitan (aproksimasi)

Rumus ini sebenarnya diperoleh dari rumus dasar perhitungan induktansi dimana induktansi L berbanding lurus dengan kuadrat jumlah lilitan N2. Indeks AL umumnya sudah baku dibuat oleh pabrikan sesuai dengan dimensi dan permeability bahan feritnya.

Permeability bahan bisa juga diketahui dengan kode warna tertentu. Misalnya abu-abu, hitam, merah, biru atau kuning. Sebenarnya lapisan ini bukan hanya sekedar warna yang membedakan permeability, tetapi berfungsi juga sebagai pelapis atau isolator. Biasanya pabrikan menjelaskan berapa nilai tegangan kerja untuk toroida tersebut.

Contoh bahan ferit toroida di atas umumnya memiliki premeability yang kecil. Karena bahan ferit yang demikian terbuat hanya dari bubuk besi (iron power). Banyak juga ferit toroid dibuat dengan nilai permeability m yang besar. Bahan ferit tipe ini terbuat dari campuran bubuk besi dengan bubuk logam lain. Misalnya ferit toroida FT50-77 memiliki indeks AL = 1100.

Kawat tembaga

Untuk membuat induktor biasanya tidak diperlukan kawat tembaga yang sangat panjang. Paling yang diperlukan hanya puluhan sentimeter saja, sehingga efek resistansi bahan kawat tembaga dapat diabaikan. Ada banyak kawat tembaga yang bisa digunakan. Untuk pemakaian yang profesional di pasar dapat dijumpai kawat tembaga dengan standar AWG (American Wire Gauge). Standar ini tergantung dari diameter kawat, resistansi dan sebagainya. Misalnya kawat tembaga AWG32 berdiameter kira-kira 0.3mm, AWG22 berdiameter 0.7mm ataupun AWG20 yang berdiameter kira-kira 0.8mm. Biasanya yang digunakan adalah kawat tembaga tunggal dan memiliki isolasi.

Penutup

Sayangnya untuk pengguna amatir, data yang diperlukan tidak banyak tersedia di toko eceran. Sehingga terkadang dalam membuat induktor jumlah lilitan yang semestinya berbeda dengan hasil perhitungan teoritis. Kawat tembaga yang digunakan bisa berdiameter berapa saja, yang pasti harus lebih kecil dibandingkan diameter penampang induktor. Terkadang pada prakteknya untuk membuat induktor sendiri harus coba-coba dan toleransi induktansinya cukup besar. Untuk mendapatkan nilai induktansi yang akurat ada efek kapasitif dan resistif yang harus diperhitungkan. Karena ternyata arus yang melewati kawat tembaga hanya dipermukaan saja. Ini yang dikenal dengan istilah ekef kulit (skin effect). Ada satu tip untuk membuat induktor yang baik, terutama induktor berbentuk silinder. Untuk memperoleh nilai “Q” yang optimal panjang induktor sebaiknya tidak lebih dari 2x diameter penampangnya. Untuk toroid usahakan lilitannya merata dan rapat.

Sistem Pemancar FM Stereo

Sistem Pemancar FM Stereo. Dalam produksi suara stereofonik, suara dihasilkan oleh dua mikrofon yang berlainan dan direkam pada dua set sistem perekam suara. Sistem ini memerlukan dua saluran perekam audio terpisah. Dua sistem saluran yang berbeda ini disebut saluran kiri (L) dan saluran kanan (R). Sekitar pertengahan 1950-an, ada gerakan untuk memperluas teknik ini untuk siaran FM. Beberapa stasiun yang memegang izin rangkap siaran AM dan FM melakukan percobaan dengan siaran satu saluran pada pemancar AM dan saluran yang lain pada pemancar FM….

Hal tersebut jelas bahwa pendekatan ini tidak memuaskan. Kemudian teknik tersebut segera diganti dengan teknik siaran sekarang yang memancarkan dua saluran sekaligus pada satu pemancar FM. Spektrum lengkap gelombang pemodulasi pada pemancar FM seperti gambar di bawah ini :

SpektrumFM

Dalam siaran FM stereo, sinyal L dan R tidak dipancarkan sendiri-sendiri. Mereka dipancarkan tergabung membentuk saluran jumlah (L + R) dan saluran selisih (L – R). Saluran jumlah dipancarkan langsung. Sedangkan saluran selisih memodulasi sub-pembawa 38-kHz, yang menghasilkan suatu sinyal DSB-SC (Double Side Band Suppressed Carrier). Pembawa 38-kHz ditindas agar jalur samping LSB (Lower Side Band) 38 – 23 kHz dan USB (Uper Side Band) 38 – 53 kHz lebih berperan dalam deviasi pemancar. Suatu fase sinyal “pilot” atau sinyal pandu 19-kHz yang koheren (sefasa) dengan sub-pembawa 38-kHz dipancarkan untuk mensinkronkan osilator sub-pembawa dalam penerima dengan osilator sub-pembawa dalam pemancar. Bentuk gelombang gabungan tersebut memodulasi pemancar FM dengan cara yang lazimnya….

Bagian spektrum yang diberi label SCA adalah pita Otorisasi Pembawa Langganan (Subscription Carrier Authorization) atau juga disebut sebagai (Secondary/Subsidiary Communications Authorization). Pita ini merupakan sub-pembawa tambahan yang digunakan untuk membawa saluran “tersembunyi” lainnya. Dapat digunakan untuk memancarkan musik latar-belakang oleh beberapa stasiun ke pelanggan. Pada dasarnya suatu pemancar FM Stereo dimodulasi oleh sinyal stereo seperti spektrum di atas, meskipun sekarang pada banyak pemancar FM stereo tidak dilengkapi fasilitas SCA.

Pada waktu siaran stereo diperkenalkan, FCC mensyaratkan agar penerima mono yang ada mampu menerima siaran stereo ataupun mono tanpa modifikasi. Hal ini yang menyebabkan sinyal-sinyal L + R dan L – R dipancarkan bukan menurut L dan R. Sinyal L + R identik dengan yang dipancarkan oleh pemancar mono dan ini yang dideteksi dan diterima oleh semua penerima mono….

Sinyal pilot dipancarkan sebagai pengganti sub-pembawa, karena 19-kHz jatuh ke dalam bagian yang kosong dari spektrum sinyal pemodulasi gabungan. Seandainya pembawa 38-kHz dipancarkan, maka sinyal tersebut harus dipisahkan dari pita sisi L – R, yang hanya berbeda sekitar 30-Hz. Hal ini tentunya akan memerlukan penyaringan yang sangat sulit dan mahal. Sinyal pilot ini dihasilkan oleh pemancar dari sub-pembawa 38-kHz yang kemudian ditindas. Cara ini ternyata yang paling baik, karena sinyal 19-kHz ada di luar rentang frekuensi audio L + R (0 – 15 kHz) maupun rentang sub-pembawa 23 – 53 kHz. Hal tersebut menghasilkan cakap silang (interferensi) yang lebih kecil dan juga memudahkan dalam memulihkan sub-pembawa tanpa interferensi dari sinyal audio….

Rangkaian yang bisa mengkode gelombang pemodulasi seperti spektrum di atas adalah berupa Enkoder FM Stereo (Multiplexer FM Stereo) yang blok diagramnya seperti di bawah ini :

blogenkoder

Penggunaan Tapis Lolos Bawah (Low Pass Filter) untuk sinyal audio input mutlak diperlukan untuk membatasi supaya frekuensi audio input benar-benar tidak sampai 15-kHz…. Biasanya Tapis Lolos Bawah yang digunakan di-fixed pada sekitar 12 kHz untuk frekuensi lancung-nya….

Cukup banyak metode yang digunakan untuk pembangkitan sinyal sub-pembawa 38-kHz. Mulai metode balans modulator biasa sampai dengan yang menggunakan metode pencuplikan sinyal. Salah satu yang paling menentukan kualitas pemisahan sinyal audio L dan R adalah keselarasan fasa antara fasa sinyal DSBSC dari sub-pembawa 38-kHz dan fasa dari sinyal pilot 19-kHz. Selain itu kestabilan dari osilator 76-kHz sangat berpengaruh. Pada rangkaian Enkoder kualitas tinggi sering digunakan kristal kuarsa sebagai komponen osilator sehingga diperoleh kestabilan frekuensi yang sangat tinggi. Biasanya digunakan kristal kuarsa dengan frekuensi 4,864-MHz dengan beberapa rangkaian pembagi sehingga didapatkan frekuensi 38-kHz dan 19-kHz…..

Keluaran dari MPX memiliki komposisi sinyal dengan frekuensi 0 – 15 kHz untuk L + R, 23 – 53 kHz dengan sub-pembawa 38-kHz DSBSC untuk L – R dan 19-kHz untuk sinyal pilot atau sinyal pandu. Ketiga komponen tersebut dimodulasikan ke pemancar FM melalui VCO. Mengingat cukup luasnya bidang frekuensi pemodulasi pada pemancar FM stereo maka respon frekuensi VCO terhadap frekuensi pemodulasi juga sangat menentukan kualitas dari hasil pancaran sinyal FM stereo. Khususnya pemisahan jalur antara L dan R sehingga diperoleh tingkat pemisahan yang tinggi yang biasanya dinyatakan dalam – dB

Cara Menguatkan atau Penguat Sinyal GPRS, 3G, GSM, CDMA, Modem, Wireless dan Internet

Penguat Sinyal GPRS atau Sinyal 3G pada modem atau wireless LAN bagi para pengguna internet yang memakai layanan WireLess mungkin sudah tidak asing lagi. Karena tentunya ada sebagian yang mengalami penangkapan sinyal wireless LAN atau GSM Modem baik Sinyal GPRS atau Sinyal 3G yang kurang kuat. Saya menganggap penangkapan sinyal 1/5 s/d 2/5 bar pada sinyal strength adalah kurang kuat mengingat pengalaman membuktikan bahwa dengan strength 1/5 s/d 2/5 bar koneksi internet sering terputus-putus.

Kita bisa melihatnya pada indikator icon dekstop di pojok kanan bawah…. coba lihat ada gambar komputer kecil di dekat bar-meter yang kadang menyala saat kita browsing internet, download ataupun upload….. cobalah lakukan browsing atau download,…. amati indikator tersebut dan reaksi display download,….. Disitu Anda akan melihat bahwa proses browsing, download dan upload akan sangat tergantung pada kondisi indikator tersebut,… Nah untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan cara menguatkan sinyal wireless dan GSM modem baik Sinyal GPRS maupun Sinyal 3G.

Biasanya untuk penangkapan sinyal yang hanya 1/5 bar atau 2/5 bar akan mengakibatkan indikator sering mati,.. dan pada saat itu proses browsing ataupun download akan berhenti,… Pada saat itu yang terjadi adalah Modem/wireless melakukan tracking ulang IP…. hal itu dikarenakan kurang kuatnya sinyal tangkapan dari BTS atau Hotspot,…. Nah,.. untuk itu berikut Tip aman untuk menguatkan sinyal GSM Modem baik itu Sinyal GPRS, Sinyal 3G ataupun Sinyal Wireless LAN

Ada 3 cara untuk Menguatkan Sinyal GSM Modem dan Wireless LAN yaitu :

  1. Menggunakan Antena Luar, dengan menggunakan sistem induksi dimana kabel dari antena yang menuju ke Device (Modem/Wireless-LAN) tidak terhubung secara langsung dengan Device, melainkan pada ujung kabel dipasang semacam kumparan induksi/lilitan kawat berdiameter 1mm dengan diameter kumparan kira2 5cm (biasanya terbuat dari kawat berisolasi). Selanjutnya Device dimasukkan kedalam kumparan tadi. Dengan demikian diharapkan induksi elektromagnetik dari sinyal yang diterima dari antena menuju Device dan sebaliknya. Cara ini kurang efektif dan kurang aman untuk Menguatkan Sinyal GPRS atau Sinyal 3G ataupun wireless LAN,…. kenapa,.?… karena dengan induksi, energi sinyal dari modem atau sebaliknya dari antena-kabel-ke modem tidak semuanya tercover alias banyak energi yang hilang/Losses. Memang cara ini bisa menaikkan sinyal hingga 2 bar,. saya pernah mencoba bisa naik dari 2 bar menjadi 4 bar bahkan kadang2 full bar,.. Tetapi ternyata saat dilakukan browsing internet, download dan upload data sinyal sering nggak konek dan sering drop bahkan modem internet menjadi cepat panas…. Apa penyebabnya..? hal itu disebabkan energi sinyal modem banyak yang hilang dalam kumparan/hanya sedikit yang menginduksi,… selain itu cepat panasnya Device disebabkan terjadi VSWR yang tinggi pada modem akibat adanya benda logam/kumparan yang menyelubungi antena internal Device tersebut…. kalau ini dibiarkan berlama-lama,… Device bisa rusak pada bagian Power RF nya ….
  2. Menggunakan Antena Luar dengan konektor terhubung pada internet modem/wireless. Cara ini seperti kita memasang antena TV dimana ada konektor dari kabel antena yang harus dihubungkan ke TV. Cara ini aman dan dapat Menguatkan Sinyal GPRS atau Sinyal 3G dengan sangat signifikan tetapi dengan syarat-syarat ; pertama, Antena harus sesuai dengan frekuensi kerja Device dan Impedansi Device. Karena apabila tidak ada kesesuaian maka sinyal bisa2 malah drop dan terjadi VSWR tinggi di dalam Device,…. device cepat panas dan bisa berakibat kerusakan,… ; kedua, Device harus memiliki soket untuk antena luar,… masalahnya tidak semua Modem internet memiliki fasilitas tersebut apalagi USB Wireless Internet LAN..; ketiga, harga sebuah antena eksternal yang bagus sangatlah mahal,…… bahkan mungkin lebih mahal dari Internet Modem/Wireless LANnya…..
  3. Menggunakan Extender USB atau perpanjangan USB, Cara ini merupakan cara paling aman dan murah untuk Menguatkan Sinyal GPRS atau Sinyal 3G meskipun harus sedikit ribet,… Pada cara ini Internet Modem/ Wereless LAN diletakkan pada tempat yang bebas atau sesedikit mungkin halangan antara modem internet dengan BTS atau Hotspot atau kalau bisa bebas hambatan/halangan artinya kalau modem dan BTS itu punya mata,… maka bisa saling melihat,… ini tentunya Device harus ditempatkan di ketinggian,.. ya benar,… kita bisa Membuat Extender USB dengan kabel UTP yang biasa digunakan untuk jaringan internet di Warnet dan menempatkan modem/wireless kita di atas rumah kita,………

Selain untuk Menguatkan Sinyal GPRS, Sinyal 3G dan Sinyal Wireless LAN, cara-cara tersebut juga dapat digunakan untuk menguatkan Sinyal CDMA

Cara Kerja DVD Player

Cara Kerja DVD Player
Cara Kerja DVD Player tak ada bedanya dengan cara kerja CD Player , karena keduanya memiliki komponen optik yang mampu menyorotkan sinar laser berwarna merah ke arah permukaan piringan, atau tepatnya ke permukaan layer dari suatu piringan CD maupun DVD.
DVD player mampu menguraikan (decode) data video MPEG-2 yang diubah menjadi video komposit standar, agar dapat dinikmati pada pesawat televisi, begitu juga dengan proses decoding audionya diterjemahkan oleh prosesor Dolby untuk dikirim menjadi sinyal audio yang berujung di perangkat speaker.
Ada tiga komponen yang sangat mendasar dan paling diperlukan untuk sebuah DVD Player, seperti:
1.Motor penggerak putaran piringan yang berfungsi untuk mengontrol setiap gerakan putar dengan tingkat akurasi yang sangat presisi. Motor ini sangat membantu proses pembacaan trak yang memiliki putaran antara 200 sampai dengan 500 RPM.
2.Sebuah laser dan lensa yang menjadi perangkat utama dalam memfokuskan pembacaan data dari piringan menggunakan penembakan sistem laser , biasanya laser ini sangat kompatibel dengan jenis piringan CD. Kalau CD bekerja pada laser dengan panjang gelombang 780 nanometer, sedangkan untuk DVD pada 635 atau 650 nanometer.
3.Trak mekanik (tracking mechanism) yang merupakan perangkat bantu yang bertugas menggerakkan laser beam mengikuti gerak trak beralur spiral dari setiap piringan. Sistem tracking ini mampu bergerak dengan resolusi tingkat mikron.
Didalam DVD Player terdapat komponen berbasis teknologi komputer yang dikemas dalam blok data berbentuk IC (Integrtated Circuit), dimana salah satunya mengarah ke modul DAC (Digital Analog Converter) yang memang berfungsi untuk menangani data audio dan video, atau bahkan langsung menuju ke komponen dengan format digital, seperti data video digital .

mesindvd02.jpg

Prinsip kerja DVD Player yang paling fundamental terletak pada pemfokusan dari laser ketika melakukan pembacaan pit-pit dijalur trak, karena titik kerjanya harus dapat terfokus pada setiap permukaan bidang pantul. Ini sangat menentukan terutama waktu menjalankan jenis piringan DVD yang memiliki double-layer , karena dalam satu muka terdapat dua lapis reflektor yang masing-masing memiliki jarak yang berbeda, sehingga titik fokusnya juga tidak sama. Untuk lapis pertama dibuat sebagai bidang reflektif semi-transparan, dimana laser juga harus mampu menembusnya ketika membaca data pada layer inti yang berada di lapis kedua.
Setiap sorotan laser akan langsung mengenai lapisan pemantul bahan polycarbonate dari piringan DVD , kemudian dipantulkan kembali ke komponen opto-electronic yang bertugas mendeteksi setiap perubahan cahaya yang dipantulkan. Jadi dari opto-electronic tersebut kemudian diterjemahkan menjadi kode-kode binary yang biasa disebut bit.
Pekerjaan paling berat dalam sistem pembacaan dari piringan DVD adalah pada saat menjaga posisi sorotan laser yang harus tetap fokus ditengah-tengah jalur trak data.Tugas ini dibebankan pada tracking system yang selalu bergerak kontinu dari tengah ke pinggir piringan, sehingga akan terjadi pergeseran laser dari arah dalam bergerak keluar secara linier. Kecepatan dari pembacaan datanya juga berlangsung konstan, ini dapat kita buktikan melalui gerakan motor spindle yang berputar semakin lambat ketika mata laser mulai menuju ke pinggir piringan DVD

(Sumber Data : Majalah AUDIO-VIDEO edisi 25/Th.III/23 Desember 2001 hal 24)

Dasar-Dasar Sistem Proteksi







Keandalan dan kemampuan suatu sistem tenaga listrik dalam melayani konsumen sangat tergantung pada sistem proteksi yang digunakan. Oleh sebab itu dalam perencangan suatu sistem tenaga listrik, perlu dipertimbangkan kondisi-kondisi gangguan yang mungkin terjadi pada sistem, melalui analisa gangguan.


Dari hasil analisa gangguan, dapat ditentukan sistem proteksi yang akan digunakan, seperti: spesifikasi switchgear, rating circuit breaker (CB) serta penetapan besaran-besaran yang menentukan bekerjanya suatu relay (setting relay) untuk keperluan proteksi.

Artikel ini akan membahas tentang karakter serta gangguan-gangguan dan sistem proteksi yang digunakan pada sistem tenaga listrik yang meliputi: generator, transformer, jaringan dan busbar.

Definisi Sistem Proteksi

proteksi sistem tenaga listrik adalah sistem proteksi yang dipasang pada peralatan-peralatan listrik suatu sistem tenaga listrik, misalnya generator, transformator, jaringan dan lain-lain, terhadap kondisi abnormal operasi sistem itu sendiri.

Kondisi abnormal itu dapat berupa antara lain: hubung singkat, tegangan lebih, beban lebih, frekuensi sistem rendah, asinkron dan lain-lain. (untuk jelasnya lihat artikel: "Keandalan dan Kualitas Listrik")

Dengan kata lain sistem proteksi itu bermanfaat untuk:
1. menghindari ataupun untuk mengurangi kerusakan peralatan-peralatan akibat gangguan (kondisi abnormal operasi sistem). Semakin cepat reaksi perangkat proteksi yang digunakan maka akan semakin sedikit pengaruh gangguan kepada kemungkinan kerusakan alat.
2. cepat melokalisir luas daerah yang mengalami gangguan, menjadi sekecil mungkin.
3. dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi kepada konsumen dan juga mutu listrik yang baik.
4. mengamankan manusia terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh listrik.

Pengetahuan mengenai arus-arus yang timbul dari berbagai tipe gangguan pada suatu lokasi merupakan hal yang sangat esensial bagi pengoperasian sistem proteksi secara efektif. Jika terjadi gangguan pada sistem, para operator yang merasakan adanya gangguan tersebut diharapkan segera dapat mengoperasikan circuit-circuit Breaker yang tepat untuk mengeluarkan sistem yang terganggu atau memisahkan pembangkit dari jaringan yang terganggu. Sangat sulit bagi seorang operator untuk mengawasi gangguan-gangguan yang mungkin terjadi dan menentukan CB mana yang dioperasikan untuk mengisolir gangguan tersebut secara manual.

Mengingat arus gangguan yang cukup besar, maka perlu secepat mungkin dilakukan proteksi. Hal ini perlu suatu peralatan yang digunakan untuk mendeteksi keadaan-keadaan yang tidak normal tersebut dan selanjutnya menginstruksikan circuit breaker yang tepat untuk bekerja memutuskan rangkaian atau sistem yang terganggu. Dan peralatan tersebut kita kenal dengan relay.

Ringkasnya proteksi dan tripping otomatik circuit-circuit yang berhubungan, mempunyai dua fungsi pokok:
1. Mengisolir peralatan yang terganggu, agar bagian-bagian yang lainnya tetap beroperasi seperti biasa.
2. Membatasi kerusakan peralatan akibat panas lebih (over heating), pengaruh gaya-gaya mekanik dst.

"Koordinasi antara relay dan circuit breaker(CB) dalam mengamati dan memutuskan gangguan disebut sebagai sistem proteksi".

Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam mempertahankan arus kerja maksimum yang aman. Jika arus kerja bertambah melampaui batas aman yang ditentukan dan tidak ada proteksi atau jika proteksi tidak memadai atau tidak efektif, maka keadaan tidak normal dan akan mengakibatkan kerusakan isolasi. Pertambahan arus yang berkelebihan menyebabkan rugi-rugi daya pada konduktor akan berkelebihan pula, sedangkan pengaruh pemanasan adalah sebanding dengan kwadrat dari arus:

H = 1kwadrat.R.t Joules

Dimana;
H = panas yang dihasilkan (Joule)
I = arus listrik (ampere)
R = tahanan konduktor (ohm)
t = waktu atau lamanya arus yang mengalir (detik)

Proteksi harus sanggup menghentikan arus gangguan sebelum arus tersebut naik mencapai harga yang berbahaya. Proteksi dapat dilakukan dengan Sekering atau Circuit Breaker.

Proteksi juga harus sanggup menghilangkan gangguan tanpa merusak peralatan proteksi itu sendiri. Untuk ini pemilihan peralatan proteksi harus sesuai dengan kapasitas arus hubung singkat “breaking capacity” atau Repturing Capacity.

Disamping itu, sistem proteksi yang diperlukan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sekering atau circuit breaker harus sanggup dilalui arus nominal secara terus menerus tanpa pemanasan yang berlebihan (overheating).
2. Overload yang kecil pada selang waktu yang pendek seharusnya tidak menyebabkan peralatan bekerja.
3. Sistem Proteksi harus bekerja walaupun pada overload yang kecil tetapi cukup lama, sehingga dapat menyebabkan overheating pada rangkaian penghantar.
4. Sistem Proteksi harus membuka rangkaian sebelum kerusakan yang disebabkan oleh arus gangguan yang dapat terjadi.
5. Proteksi harus dapat melakukan “pemisahan” (discriminative) hanya pada rangkaian yang terganggu yang dipisahkan dari rangkaian yang lain yang tetap beroperasi.

Proteksi overload dikembangkan jika dalam semua hal rangkaian listrik diputuskan sebelum terjadi overheating. Jadi disini overload action relatif lebih lama dan mempunyai fungsi inverse terhadap kwadrat dari arus.

Proteksi gangguan hubung singkat dikembangkan jika action dari sekering atau circuit breaker cukup cepat untuk membuka rangkaian sebelum arus dapat mencapai harga yang dapat merusak akibat overheating, arcing atau ketegangan mekanik.

Persyaratan Kualitas Sistem Proteksi

Ada beberapa persyaratan yang sangat perlu diperhatikan dalam suatu perencanaan sistem proteksi yang efektif, yaitu:
a). Selektivitas dan Diskriminasi
Efektivitas suatu sistem proteksi dapat dilihat dari kesanggupan sistem dalam mengisolir bagian yang mengalami gangguan saja.
b). Stabilitas
Sifat yang tetap inoperatif apabila gangguan-gangguan terjadi diluar zona yang melindungi (gangguan luar).
c). Kecepatan Operasi
Sifat ini lebih jelas, semakin lama arus gangguan terus mengalir, semakin besar kemungkinan kerusakan pada peralatan. Hal yang paling penting adalah perlunya membuka bagian-bagian yang terganggu sebelum generator-generator yang dihubungkan sinkron kehilangan sinkronisasi dengan sistem. Waktu pembebasan gangguan yang tipikal dalam sistem-sistem tegangan tinggi adalah 140 ms. Dimana dimasa mendatang waktu ini hendak dipersingkat menjadi 80 ms sehingga memerlukan relay dengan kecepatan yang sangat tinggi (very high speed relaying).
d). Sensitivitas (kepekaan)
Yaitu besarnya arus gangguan agar alat bekerja. Harga ini dapat dinyatakan dengan besarnya arus dalam jaringan aktual (arus primer) atau sebagai prosentase dari arus sekunder (trafo arus).
e). Pertimbangan ekonomis
Dalam sistem distribusi aspek ekonomis hampir mengatasi aspek teknis, oleh karena jumlah feeder, trafo dan sebagainya yang begitu banyak, asal saja persyaratan keamanan yang pokok dipenuhi. Dalam suatu sistem transmisi justru aspek teknis yang penting. Proteksi relatif mahal, namun demikian pula sistem atau peralatan yang dilindungi dan jaminan terhadap kelangsungan peralatan sistem adalah vital.
Biasanya digunakan dua sistem proteksi yang terpisah, yaitu proteksi primer atau proteksi utama dan proteksi pendukung (back up).
f). Realiabilitas (keandalan)
Sifat ini jelas, penyebab utama dari “outage” rangkaian adalah tidak bekerjanya proteksi sebagaimana mestinya (mal operation).
g) Proteksi Pendukung
Proteksi pendukung (back up) merupakan susunan yang sepenuhnya terpisah dan yang bekerja untuk mengeluarkan bagian yang terganggu apabila proteksi utama tidak bekerja (fail). Sistem pendukung ini sedapat mungkin indenpenden seperti halnya proteksi utama, memiliki trafo-trafo dan rele-rele tersendiri. Seringkali hanya triping CB dan trafo -trafo tegangan yang dimiliki bersama oleh keduanya. Tiap-tiap sistem proteksi utama melindungi suatu area atau zona sistem daya tertentu. Ada kemungkinan suatu daerah kecil diantara zo na -zona yang berdekatan misalnya antara trafo-trafo arus dan circuit breaker-circuit breaker tidak dilindungi. Dalam keadaan seperti ini sistem back up (yang dinamakan, remote back up) akan memberikan perlindungan karena berlapis dengan zona-zona utama.

Pada sistem distribusi aplikasi back up digunakan tidak seluas dalam sistem tansmisi,cukup jika hanya mencakup titik-titik strategis saja. Remote back up akan bereaksi lambat dan biasanya memutus lebih banyak dari yang diperlukan untuk mengeluarkan bagian yang terganggu.

Komponen-Komponen Sistem Proteksi

Secara umum, komponen-komponen sistem proteksi terdiri dari:
1. Circuit Breaker, CB (Sakelar Pemutus, PMT)
2. Relay
3. Trafo arus (Current Transformer, CT)
4. Trafo tegangan (Potential Transformer, PT)
5. Kabel kontrol
6. Catu daya, Supplay (batere)

Rangkuman

Proteksi dan automatic tripping Circuit Breaker (CB) dibutuhkan untuk:
1. Mengisolir peralatan yang terganggu agar bagian-bagian yang lainnya tetap beroperasi seperti biasa.
2. Membatasi kerusakan peralatan akibat panas lebih (overheating), pengaruh gaya mekanik dan sebagainya.

Proteksi harus dapat menghilangkan dengan cepat arus yang dapat
mengakibatkan panas yang berkelebihan akibat gangguan
H = Ikwadrat.R×t Joules

Peralatan proteksi selain sekering adalah peralatan yang dibentuk dalam suatu sistem koodinasi relay dan circuit breaker

Peralatan proteksi dipilih berdasarkan kapasitas arus hubung singkat ‘Breaking capacity’ atau ‘Repturing Capcity’.

Selain itu peralatan proteksi harus memenuhi persyaratan, sebagai berikut:
1. Selektivitas dan Diskriminasi
2. Stabilitas
3. Kecepatan operasi
4. Sensitivitas (kepekaan).
5. Pertimbangan eko nomis.
6. Realibilitas (keandalan).
7. Proteksi pendukung (back up protection)

MOTOR STEPPER













Stepper motor bukanlah barang baru di dalam dunia komputer. Bahkan hampir sebagian besar disk drive atau CDROM menggunakan stepper motor untuk memutar disk. Penggunaannya juga cukup sederhana dan mudah digunakan untuk aplikasi-aplikasi tertentu yang tidak terlalu membutuhkan torsi yang besar.


Motor stepper banyak digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang biasanya cukup menggunakan torsi yang kecil, seperti untuk penggerak piringan disket atau piringan CD. Dalam hal kecepatan, kecepatan motor stepper cukup cepat jika dibandingkan dengan motor DC. Motor stepper merupakan motor DC yang tidak memiliki komutator. Pada umumnya motor stepper hanya mempunyai kumparan pada statornya sedangkan pada bagian rotornya merupakan permanen magnet. Dengan model motor seperti ini maka motor stepper dapat diatur posisinya pada posisi tertentu dan/atau berputar ke arah yang diinginkan, csearah jarum jam atau sebaliknya.

Kecepatan motor stepper pada dasarnya ditentukan oleh kecepatan pemberian data pada komutatornya. Semakin cepat data yang diberikan maka motor stepper akan semakin cepat pula berputarnya. Pada kebanyakan motor stepper kecepatannya dapat diatur dalam daerah frekuensi audio dan akan menghasilkan putaran yang cukup cepat.

Tipe Motor Stepper

Motor stepper dibedakan menjadi dua macam berdasarkan magnet yang digunakan, yaitu tipe permanen magnet dan variabel reluktansi. Pada umumnya motor stepper saat ini yang digunakan adalah motor stepper yang mempunyai variabel relukatansi. Cara yang paling mudah untuk membedakan antara tip motor stepper di atas adalah dengan cara memutar rotor dengan tangan ketika tidak dihubungkan ke suplai.

Pada motor stepper yang mempunyai permanen magnet maka ketika diputar dengan tangan akan terasa lebih tersendat karena adanya gaya yang ditimbulkan oleh permanen magnet. Tetapi ketika menggunakan motor dengan variabel reluktansi maka ketika diputar akan lebih halus karena sisa reluktansinya cukup kecil.

Variabel Reluktansi Motor

Pada motor stepper yang mempunyai variabel reluktansi maka terdapat 3 buah lilitan yang pada ujungnya dijadikan satu pada sebuah pin common. Untuk dapat menggerakkan motor ini maka aktivasi tiap-tiap lilitan harus sesuai urutannya.

Gambar 1 merupakan gambar struktur dari motor dengan variabel reluktansi dimana tiap stepnya adalah 30°. Mempunyai 4 buah kutub pada rotor dan 6 buah kutub pada statornya yang terletak saling berseberangan.

Gambar 1 Variabel Reluktance Motor

Jika lilitan 1 dilewati oleh arus, lilitan 2 mati dan lilitan 3 juga mati maka kumparan 1 akan menghasilkan gaya tolakan kepada rotor dan rotor akan berputar sejauh 30° searah jarum jam sehingga kutub rotor dengan label Y sejajar dengan kutub dengan label 2.

Jika kondisi seperti ini berulang terus menerus secara berurutan, lilitan 2 dilewati arus kemudian lilitan 3 maka motor akan berputar secara terus menerus. Maka agar dapat berputar sebanyak 21 step maka perlu diberikan data dengan urutan seperti pada gambar 2.

‘1’ pada gambar 2 diartikan bahwa lilitan yang bersangkutan dilewati arus sehingga menghasilkan gaya tolak untuk rotor. Sedangkan ‘0’ diartikan lilitan dalam kondisi off, tidak mendapatkan arus.

Unipolar Motor Stepper

Motor stepper dengan tipe unipolar adalah motor stepper yang mempunyai 2 buah lilitan yang masing-masing lilitan ditengah-tengahnya diberikan sebuah tap seperti tampak pada gambar 3.

Gambar 3 Unipolar Stepper Motor

Motor ini mempunyai step tiap 30° dan mempunyai dua buah liliatan yang didistribusikan berseberangan 180° di antara kutub pada stator. Sedangkan pada rotonya menggunakan magnet permanen yang berbentuk silinder dengan mempunyai 6 buah kutub, 3 kutub selatan dan 3 buah kutub utara. Sehingga dengan konstrusi seperti ini maka jika dibutuhkan ke presisian dari motor stepper yang lebih tinggi dibutuhkan pula kutub-kutub pada stator dan rotor yang semakin banyak pula. Pada gambar 3, motor tersebut akan bergerak setiap step sebesar 30° dengan 4 bit urutan data (terdapat dua buah lilitan dengan tap, total lilitan menjadi 4 lilitan).

Ketelitian dari magnet permanen di rotor dapat sampai 1.8° untuk tiap stepnya. Ketika arus mengalir melalui tap tengah pada lilitan pertama akan menyebabkan kutub pada stator bagian atas menjadi kutub utara sedangkan kutub stator pada bagian bawah menjadi kutub selatan. Kondisi akan menyebabkan rotor mendapat gaya tarik menuju kutub-kutub ini. Dan ketika arus yang melalui lilitan 1 dihentikan dan lilitan 2 diberi arus maka rotor akan mengerak lagi menuju kutub-kutub ini. Sampai di sini rotor sudah berputar sampai 30° atau 1 step.

Gambar 4 Urutan Data Untuk Motor Stepper dengan Tipe Unipolar (torsi normal)

Gambar 5 Urutan Data Motor Stepper Tipe Unipolar (torsi besar)

Untuk meningkatkan torsi yang tidak terlalu besar maka dapat digunakan urutan pemberian data seperti pada gambar 5. Dimana terdapat dua buah lilitan yang di beri arus pada suatu waktu. Dengan pemberian urutan data seperti ini akan menghasilkan torsi yang lebih besar dan tentunya membutuhkan daya yang lebih besar.

Dengan urutan data baik pada gambar 4 atau gambar 5 akan menyebabkan motor berputar sebanyak 24 step atau 4 putaran.

Bipolar Motor Stepper

Motor dengan tipe bipolar ini mempunyai konstruksi yang hampir sama dengan motor stepper tipe unipolar namun tidak terdapat tap pada lilitannya, seperti tampak pada gambar 6.

Gambar 6 Bipolar Motor Stepper

Penggunaan motor dengan tipe bipolar ini membutuhkan rangkaian yang sedikit lebih rumit untuk mengatur agar motor ini dapat berputar dalam dua arah. Biasanya untuk menggerakkan motor stepper jenis ini membutuhkan sebuah driver motor yang sering dikenal sebagai H Bridge. Rangkaian ini akan menontrol tiap-tiap lilitan secara independen termasuk dengan polaritasnya untuk tiap-tiap lilitan.

Untuk mengontrol agar motor ini dapat berputar satu step maka perlu diberikan arus untuk tiap-tiap lilitan dengan polaritas tertentu pula. Urutan datanya dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7 Urutan Data Motor Stepper tipe Bipolar




Rangkaian kontrol untuk setiap tipe motor stepper mempunyai kemiripan yaitu dalam hal aktivasinya. Namun yang paling membedakan adalah dalam hal urutan pemberian data aktivasi setiap lilitan pada motor stepper.

Motor stepper merupakan motor listrik yang tidak mempunyai komutator, di mana semua lilitannya merupakan bagian dari stator. Dan pada rotornya hanya merupakan magnet permanen. Semua komutasi setiap lilitan harus di kontrol secara eksternal sehingga motor stepper ini dapat dikontrol sehingga dapat berhenti pada posisi yang diinginkan atau bahkan berputar ke arah yang berlawanan.

Pada bagaian ini akan dibahas mengenai bagaian terakhir dari rangkaian penggerak motor stepper. Rangkaian ini pada dasarnya hanya merupakan rangkaian switching arus yang mengaliri lilitan pada motor stepper. Urutan pemberian data pada motor stepper ini dapat mengontrol arah putaran dari motor stepper ini. Penambahan kecepatan pada motor stepper dapat dilakukan dengan cara meningkatkan frekuensi pemberian data pada rangkaian switching arus.

Rangkaian kontrol ini nantinya terhubung langsung dengan lilitan pada motor, rangkaian power supplai, dan rangkaian yang dikontrol secara digital yang pada akhirnya menentukan kapan lilitan yang diinginkan dalam kondisi off atau on. Selain hanya menggunakan transistor switching ar, saat ini sudah tersedia driver motor yang memang diperuntukkan bagi motor stepper, yang lebih dikenal dengan H-Bridge. Komponen ini biasanya digunakan pada motor stepper tipe bipolar, walaupun demikian tidak menutup kemungkinan digunakan pada motor stepper tipe yang lain.

Rangkaian Driver Variabel Reluctance Motor

Gambar 1Kontrol Pada Varibel Reluctance Motor Stepper

Di dalam gambar 1 tersebut terdapat sebuah 3 blok dimana masing-masing mengatur sebuah kumparan motor stepper. Blok tersebut terdiri dari saklar arus yang dikontrol secara digital. Blok ini berperan penting di dalam pengontrolan arus yang akan melewati kumparan motor tertentu. Pengontrollan blok ini dapat dilakukan oleh sebuah rangkaian digital sederhana atau bahkan sebuah komputer melalui printer port. Dengan menggunakan komputer maka diperlukan perangkat lunak yang nantinya akan mengatur pemberian data dengan suatu urut-urutan tertentu kepada komponen saklar di dalam blok.

Kumparan pada motor stepper mempunyai karakteristik yang sama dengan karakteristik beban induktif lainnya. Oleh sebab itu ketika terdapat arus yang melalui kumparan motor, tidak dapat dimatikan dengan seketika tanpa menghasilkan tegangan transien yang sangat tinggi. Kondisi ini biasanya nampak dengan timbulnya percikan bunga api (ketika menggunakan motor DC dengan daya yang besar). Hal ini sangat tidak diinginkan karena dapat merusak saklar sehingga perlu diberikan rangkaian tambahan untuk membatasi tegangan transien yang muncul. Sebaliknya ketika saklar tertutup maka terdapat arus yang mengalir ke kumparan motor dan akan menghasilkan kenaikan tegangan secara perlahan.

Untuk membatasi tegangan spike yang muncul maka ada dua alternatif penyelesaiannya yaitu dengan memparalel pada kumparan motor dengan dioda dan alternatif yang kedua adalah dengan menggunakan kapasitor yang dipasang paralel dengan kumparan motor stepper.

Gambar 2 Spike Voltage Reducer

Diode yang yang terpasang paralel tersebut harus mampu melewatkan arus balik yang terjadi ketika saklar terbuka. Dioda yang digunakan dapat berupa dioda yang umum dipakai seperti 1N4001 atau 1N4002. Jika digunakan dioda yang mempunyai karakteristik ‘fast switch’ maka perlu diberikan penambahan kapasitor yang dipasang secara paralel pada dioda.

Pemasangan kapasitor paralel dengan kumparan motor dapat menyebabkan spike yang ditimbulkan akan menyebabkan kapasitor tersebut charge sehingga tegangan spike yang terjadi tidak akan keluar tetapi diredam oleh kapasitor ini. Tetapi yang paling penting adalah kapasitor ini harus mampu menahan surge current pada saat terjadi spike. Surge current adalah arus tiba-tiba yang sangat besar yang muncul bersamaan dengan tegangan spike. Nilai kapasitor harus dipilih pada kondisi dimana nilai induktansi dari kumparan motor stepper paling besar. Inilah karakteristik motor stepper dengan tipe variabel reluctance dimana nilai induktansinya berubah-ubah tergantung dari sudut putaran pada poros rotor. Penambahan kapasitor sehingga tepat akan membentuk sebuah rangkaian resonansi yang dapat menyebabkan peningkatan torsi pada motor dengan tipe ini.

Rangkaian Driver Unipolar Permanent Magnet and Hybrid Motor

Gambar 3 Kontrol Pada Unipolar Permanent Magnet Motor

Rangkaian kontrol untuk mengendalikan motor stepper dengan tipe unipolar ini hampira sama dengan rangkaian kontrol pada motor tipe variabel reluctance. Perbedaanya hanya pada struktur kumparan motornya saja.

Gambar 4 Spike Voltage Reducer untuk Unipolar Stepper Motor

Walaupun demikian karena bebanya merupakan beban induktif maka selalu ada tegangan spike yang muncul ketika saklar terbuka. Oleh sebab itu perlu penambahan dioda yang terpasang paralel dengan kumparan motor stepper seperti terlihat pada gambar 4.

Dua buah dioda tambahan diperlukan karena kumparan motor bukanlah kumparan yang independen tetapi sebuah kumparan yang mempunyai tap di tengah-tengah kumparan seperti struktur pada autotransformer. Ketika salah satu saklar dibuka maka tegangan spike muncul di kedua ujung kumparan motor tersebut dan di clamp oleh dua buah dioda ke supplay motor. Tetapi jika salah satu ujung kumparan motor tersebut tidak floating terhadap supplai motor maka tegangan spike ini akan lebih negatif daripada referensi ground. Jika saklar yang digunakan berupa relay, kondisi ini bukan menjadi masalah. Kondisi ini baru menjadi masalah ketika saklar yang digunakan adalah saklar semikonduktor seperti transistor atau FET.

Untuk membatasi level tegangan spike dapat pula digunakan kapasitor yang terpasang seperti pada gambar 5.

Gambar 5 Pemberian Kapasitor Pembatas Tegangan Spike

Rangkaian Praktis Pengendali Motor Stepper

Jika rangkaian kontrol yang mengendalikan rangakaian motor driver ini berupa mikrokontroller atau komponen digital maka ada baiknya agar setiap port yang mengontrol rangkaian driver motor stepper ini diberi buffer terlebih dahulu agar tidak membebani port mikrokontroller yang digunakan. Seperti pada gambar 3, pin control_0, control_1, control_2 dan control_3 ini dapat dikontrol secara digital dengan menggunakan mikrokontroller dengan memberi komponen yang berfungsi sebagai buffer seperti pada gambar 6.

Gambar 6 Rangkaian Sederhana Penggerak Motor Stepper

Pada gambar 6 hanya ditampilkan satu bagian untuk mengontrol satu buah kumparan motor stepper. Ada dua alternatif yaitu dengan menggunakan buffer terlebuh dahulu atau menggunakan FET, yang mempunyai impedansi input yang sangat tinggi, sebagai komponen saklarnya. Tegangan Vmotor tidaklah harus selalu sama dengan tegangan VCC pada mikrokontroller. Oleh sebab itu digunakan sebuah komponen buffer yang mempunyai output open collector sehingga outputnya dapat di pull-up ke tegangan yang diinginkan.

Untuk dasar pemilihan transistornya adalah pada karakteristik IC (arus kolektor). Transistor ini harus merupakan transistor power yang mampu melewatkan arus sesuai dengan arus yang diperlukan oleh kumparan motor stepper ini. Jika arus yang ditarik oleh kumparan motor stepper ternyata lebih besar daripada kemampuan transistor maka transistor akan cepat panas dan dapat menyebabkan rusaknya transistor tersebut.

R pull-up sebesar 470 akan memberikan arus sebesar 10 mA ke basis transistor Q1. Jika Q1 mempunyai gain sebesar 1000 maka arus yang dapat diliewatkan adalah sekitar beberapa ampere, tergantung dari besar arus yang ditarik oleh kumparan motor stepper tersebut. Arus ini harus lebih kecil dari arus IC yang diperbolehkan.

Untuk komponen FET dapat digunakan komponen IRL540 yang dapat mengalirkan arus sampai 20 A dan mampu menahan tegangan balik sampai 100V. Hal ini disebabkan oleh karena FET ini mampu menyerap tegangan spike tanpa perlindungan dioda. Tetapi komponen ini memerlukan heat sink yang besar dan harus cukup baik dalam hal penyerapan panasnya. Ada baiknya jika digunakan kapasitor untuk menekan level tegangan spike yang ditimbulkan dari transisi saklar dari on ke off.