My Link

Photobucket

Seven Segment Led Display

LED (Light Emitter Diode) (shown in Figure 1) is one kind of diode that using side effect of operating diode. In common diode, this side effect is released as a heat energy. But in LED this side effect is used for light emitting. Because of this, then LED has a new function as indicator. This indicator can give us an information about binary or other number system (decimal or hexadecimal) also character by arranging LED in dot matrices.

Figure 1. Various Color of LEDs

In binary system, LED indicate a bit, but in decimal or hexadecimal, LED must be arranged in certain configuration, such as seven segment (shown in figure 2) or alphanumeric. There are many color and dimension of seven segment LED display. The price of seven segment LED display increase with the increasing of dimension. So if we will use a seven segment LED display which it dimension is about 4 x 8 inch, the price is so expensive if be compared with 0.5 x 1 inch Seven segment LED display.

Figure 2. Seven Segment LED display


When we are facing with this problem we can reduce the price by assembling to construct this component, like a product that shown in figure 3.

Figure 3. Big Dimension Seven Segment LED Display, by arranged LEDs

Theorema Thevenin

Jika suatu rangkaian listrik dapat disederhanakan menjadi dua bagian besar, seperti diperlihatkan pada Gambar 1, dan analisis rangkaian dipusatkan pada besaran arus dan tegangan, maka rangkaian listrik tersebut dapat diganti dengan rangkaian ekivalen seperti pada Gambar 2.

Gambar 1. Penyederhanaan rangkaian listrik menjadi dua bagian.

Gambar 2. Blok A diganti dengan komponen sumber tegangan Vth dan impedansi Zth

Dalam Gambar 2, blok rangkaian A diganti dengan rangkaian ekivalen yang terdiri dari Vth dan Zth, pendekatan ini dikenal sebagai rangkaian ekivalen Thevenin.

Jaringan ekivalen Thevenin hanya berlaku pada terminal keluaran A, serta terdapat persyaratan yang harus dipenuhi yaitu blok A tersusun oleh komponen-komponen linier, serta sumber bebas ataupun tak bebas, sedangkan blok B, dapat terdiri dari komponen yang tidak linier, serta sumber bebas ataupun tak bebas.

Nilai Zth dihitung dengan cara:

  • jaringan B terlebih dahulu di putuskan

  • semua sumber bebas pada jaringan A dimatikan (sumber arus dihubung buka dan sumber tegangan dihubung singkat).

  • selanjutnya nilai Zth dihitung dengan mengkombinasikan (hitungan seri dan paralel tergantung rangkaiannya).

Nilai Vth dihitunh dengan cara:

  • jaringan B terlebih dahulu di putuskan

  • menghitung Vth (yaitu tegangan keluaran blok A)

Contoh

Suatu rangkaian listrik seperti pada Gambar 3, akan diganti dengan rangkaian ekivalen thevenin dengan mengganggap komponen kapasitor (-j35 W) sebagai bebannya.

Gambar 3. Rangkaian RLC.

Langkah pertama adalah dengan memisahkan beban (-j35 W) dari rangkaian, seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Memisah (hubung buka) beban dari rangkaian.

Langkah kedua adalah mencari nilai impedansi thevenin, dengan cara membuka sumber arus bebas dan menghubung singkat sumber tegangan bebas, sehingga diperoleh rangkaian seperti Gambar 5.

Gambar 5. Impedansi ekivalen Thevenin dari rangkaian Gambar 4.

Impedansi ekivalen Thevenin (Zth)dihitung dimulai dari titik 1 yaitu menghitung nilai paralel j40W dan (40-j40) W yang hasilnya adalah 40+j40 W. Selanjutnya nilai ini diseri dengan -j40 (menjadi 40 W) dan diparalel dengan 40W (menjadi 20W). Sehingga impedansi ekivalen Thevenin adalah 20+j15.

Langkah ketiga adalah menghitung tegangan ekivalen Thevenin (Vth). Tegangan ini (Vth) adalah tegangan yang tersambung ke beban (dengan terlebih dahulu bebannya dibuka). Sehingga tegangan ini adalah sama dengan tegangan pada R 40 W.

Tegangan pada R 40 W ini diperoleh dengan analisa superposisi pada kedua sumber bebas (tegangan dan arus), yaitu dengan menghitung arus yang melalui R 40 W (pengaruh dari sumber arus (sumber tegangan bebas dihubung singkat) ditambah dengan arus karena pengaruh sumber tegangan (sumber arus dibuka)). Dengan teorema super posisi ini, diperoleh tegangan pada R 40 W adalah sebesar 120+j120 volt. Sehingga rangkaian ekivalen Thevenin yang sudah disambung dengan beban adalah seperti pada Gambar 6.

Gambar 6. Rangkaian pada Gambar 3 dengan ekivalen Theveninnya.

Theorema Thevenin

Jika suatu rangkaian listrik dapat disederhanakan menjadi dua bagian besar, seperti diperlihatkan pada Gambar 1, dan analisis rangkaian dipusatkan pada besaran arus dan tegangan, maka rangkaian listrik tersebut dapat diganti dengan rangkaian ekivalen seperti pada Gambar 2.

Gambar 1. Penyederhanaan rangkaian listrik menjadi dua bagian.

Gambar 2. Blok A diganti dengan komponen sumber tegangan Vth dan impedansi Zth

Dalam Gambar 2, blok rangkaian A diganti dengan rangkaian ekivalen yang terdiri dari Vth dan Zth, pendekatan ini dikenal sebagai rangkaian ekivalen Thevenin.

Jaringan ekivalen Thevenin hanya berlaku pada terminal keluaran A, serta terdapat persyaratan yang harus dipenuhi yaitu blok A tersusun oleh komponen-komponen linier, serta sumber bebas ataupun tak bebas, sedangkan blok B, dapat terdiri dari komponen yang tidak linier, serta sumber bebas ataupun tak bebas.

Nilai Zth dihitung dengan cara:

  • jaringan B terlebih dahulu di putuskan

  • semua sumber bebas pada jaringan A dimatikan (sumber arus dihubung buka dan sumber tegangan dihubung singkat).

  • selanjutnya nilai Zth dihitung dengan mengkombinasikan (hitungan seri dan paralel tergantung rangkaiannya).

Nilai Vth dihitunh dengan cara:

  • jaringan B terlebih dahulu di putuskan

  • menghitung Vth (yaitu tegangan keluaran blok A)

Contoh

Suatu rangkaian listrik seperti pada Gambar 3, akan diganti dengan rangkaian ekivalen thevenin dengan mengganggap komponen kapasitor (-j35 W) sebagai bebannya.

Gambar 3. Rangkaian RLC.

Langkah pertama adalah dengan memisahkan beban (-j35 W) dari rangkaian, seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Memisah (hubung buka) beban dari rangkaian.

Langkah kedua adalah mencari nilai impedansi thevenin, dengan cara membuka sumber arus bebas dan menghubung singkat sumber tegangan bebas, sehingga diperoleh rangkaian seperti Gambar 5.

Gambar 5. Impedansi ekivalen Thevenin dari rangkaian Gambar 4.

Impedansi ekivalen Thevenin (Zth)dihitung dimulai dari titik 1 yaitu menghitung nilai paralel j40W dan (40-j40) W yang hasilnya adalah 40+j40 W. Selanjutnya nilai ini diseri dengan -j40 (menjadi 40 W) dan diparalel dengan 40W (menjadi 20W). Sehingga impedansi ekivalen Thevenin adalah 20+j15.

Langkah ketiga adalah menghitung tegangan ekivalen Thevenin (Vth). Tegangan ini (Vth) adalah tegangan yang tersambung ke beban (dengan terlebih dahulu bebannya dibuka). Sehingga tegangan ini adalah sama dengan tegangan pada R 40 W.

Tegangan pada R 40 W ini diperoleh dengan analisa superposisi pada kedua sumber bebas (tegangan dan arus), yaitu dengan menghitung arus yang melalui R 40 W (pengaruh dari sumber arus (sumber tegangan bebas dihubung singkat) ditambah dengan arus karena pengaruh sumber tegangan (sumber arus dibuka)). Dengan teorema super posisi ini, diperoleh tegangan pada R 40 W adalah sebesar 120+j120 volt. Sehingga rangkaian ekivalen Thevenin yang sudah disambung dengan beban adalah seperti pada Gambar 6.

Gambar 6. Rangkaian pada Gambar 3 dengan ekivalen Theveninnya.

Rangkaian pengontrol level air

Dengan menggunakan rangkaian pendeteksi air serta komponen inverter, D flip-flop dan rangkaian relay, maka dapat dibangun sistem kontrol pompa air untuk menjaga kondisi tangki tetap terisi air.

Gambar 1. Rangkaian Kendali Pompa Air.

Ketika air berada di bawah level terbawah, maka pin set dari D flip-flop akan diberi sinyal rendah sehingga keluaran Q akan tinggi dan membuat saklar relay menutup dan pompa air bekerja. Ketika air mencapai level tertinggi, maka pin clear akan diberi sinyal rendah yang akan mematikan pompa. Dengan demikian maka tangki air akan terjaga selalu dalam kondisi terisi.


Rangkaian dasar Jam Digital

Rangkaian jam digital dibentuk dari rangkaian pencacah serta pembangkit detak 1 detik. Pulsa-pulsa dengan lebar 1 detik dicacah oleh pencacah yang bertingkat dari detik satuan, detik puluhan, menit satuan, menit puluhan, jam satuan serta jam puluhan. Setiap hasil cacahan kemudian ditampilkan menggunakan led tujuh ruas. Gambar 1 berikut adalah rangkaian pencacah untuk besaran detik dan menit.

Gambar 1. Rangkaian pencacah untuk besaran detik dan menit.

Rangkaian pencacah detik dan menit bekerja untuk menghitung banyaknya detik dan menit. Rangkaian ini terdiri dari dua tingkat yaitu satuan dan puluhan menggunakan komponen utama IC 74LS393. Untuk tingkat satuan, pencacah bekerja pada modulo 10, sedangkan untuk tingkat puluhan, pencacah bekerja pada modulo 6.

Gambar 2. Rangkaian pencacah untuk besaran jam.

Untuk rangkaian pencacah jam, rangkaian ini terdiri dari dua tingkat pencacah yaitu untuk pencacah jam satuan serta puluhan menggunakan komponen utama IC 74LS197. IC ini merupakan pencacah biner yang dapat dimuati dengan nilai awal. Kedua tingkat pencacah ini bekerja pada modulo 12, dengan nilai terendah adalah 1 serta nilai tertinggi adalah 12. Kondisi ini dapat dicapai dengan memuati pencacah dengan nilai 0 1 ketika hasil cacahan pada angka 13.

Detektor Penyusup sederhana

Dengan menggunakan pasangan NE 555 dan LM 567 kita dapat membuat suatu sistem pendeteksi penyusup yang masuk dalam lorong. Sistem ini bekerja berdasarkan pendeteksian frekuensi dari sinyal yang dipancarkan dalam bentuk infra merah. Sehingga frekuensi sinyal pada rangkaian pemancar (NE 555, dapat juga menggunakan LM 567 sebagai pembangkit frekuensinya) haruslah sama dengan frekuensi dekodernya. Frekuensi pada bagian pemancar ditentukan oleh nilai R1 dan C1 berdasarkan persamaan berikut:

Perioda = t1+t2

t1=0,7x(RA+RB)xC

t2=0,7xRBxC

Gambar 1. Rangkaian Pemancar Infra Merah

Seperti telah disebutkan di atas, bagian penerima pun harus memiliki deteksi frekuensi yang sama dengan frekuensi yang dipancarkan oleh rangkaian NE 555. Frekuensi kerja dari rangkaian penerima ditentukan oleh persamaan berikut:

f = 1/(1,1xR1xC1)

Untuk mempermudah proses tunning, maka R1 pada bagian penerima adalah variabel resistor. Sedangkan pada bagian pemancar adalah bernilai tetap. Ketika rangkaian telah siap, maka supaya sistem dapat bekerja dengan baik, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan tunning, dengan cara bagian pemancar dihidupkan terus menerus, sedangkan R1 pada bagian penerima diatur nilainya sampai dapat mendeteksi sinyal pemancar (dapat diketahui dengan reaksi relay yang berbunyi klik ketika sinar infra merahnya terhalang).

Gambar 2. Rangkaian Penerima Infra Merah

Gambar 3 berikut adalah diagram blok dari sistem pendeteksi penyusup. Bagian pemancar memancarkan sinar infra merah dengan frekuensi yang sama dengan bagian penerima. Ketika sinar infra merah tidak terhalang, maka saklar relay tidak tersambungkan. Ketika sinar infra merah terhalang (diartikan adanya penyusup yang masuk) maka saklar pada relay akan menutup sehingga akan membunyikan alarm. Untuk menghentikan alarm maka saklar reset pada Gambar 2 ditekan.

Gambar 3. Diagram Blok Sistem Pendeteksi Penyusup


Rangkaian Counter Naik dan Turun

This circuit is used for generate the logic combination for controlling volume of audio amplifier digitally. The heart of this is LM74LS193, that contains 4 bit binary up and down counter. The DM74LS193 circuit is a synchronous up/down 4-bit binary counter. Synchronous operation is provided by having all flip-flops clocked simultaneously, so that the outputs change together when so instructed by the steering logic.This mode of operation eliminates the output counting spikes normally associated with asynchronous (rippleclock) counters.

The outputs of the four master-slave flip-flops are triggered by a LOW-to-HIGH level transition of either count (clock) input. The direction of counting is determined by which count input is pulsed while the other count input is held HIGH. The counter is fully programmable; that is, each output may be preset to either level by entering the desired data at the inputs while the load input is LOW. The output will change independently of the count pulses. This feature allows the counters to be used as modulo-N dividers by simply modifying the count length with the preset inputs.

A clear input has been provided which, when taken to a high level, forces all outputs to the low level; independent of the count and load inputs. The clear, count, and load inputs are buffered to lower the drive requirements of clock drivers, etc., required for long words.

These counters were designed to be cascaded without the need for external circuitry. Both borrow and carry outputs are available to cascade both the up and down counting functions. The borrow output produces a pulse equal in width to the count down input when the counter underflows. Similarly, the carry output produces a pulse equal in width to the count down input when an overflow condition exists. The counters can then be easily cascaded by feeding the borrow and carry outputs to the count down and count up inputs respectively of the succeeding counter.

Figure 1. Up and Down Counter for Digital Volume Control



Rangkaian pembangkit Nada dengan mikrokontroller

Figure 1 Tone generating using microcontroller


Loud speaker is connedted to P0.0, in this program, there are two tone that will beep loud speaker.

$mod51

org 00h

jmp mulai

org 0bh

jmp hitung

hitung: cjne r5, #00h, maju

mov r5, #14

maju: dec r5

cjne r5, #00, exit

cjne r7, #50, maju2

mov r7, #00

maju2: inc r7

exit: reti

mulai: mov a, #00h

mov p0, #00h

mov p1, #00h

mov p3, #00h

mov r5, #20h

mov tmod, #81h

mov tcon, #00h

mov ie, #00h

setb ie.7

setb ie.1

setb tr0

loop: mov a, r7

jnb acc.0, nada1

acall beep2

nada1: acall beep

jmp loop

beep: mov r1, #150

ulang: dec r1 ;12 siklus

setb p0.0 ;12 siklus

cjne r1, #00h, ulang ; 24 siklus

mov r2, #150

ulang2: dec r2

clr p0.0 ; 12 siklus

cjne r2, #00h, ulang2

ret

beep2: mov r1, #200

ulang3: dec r1

setb p0.0

cjne r1, #00h, ulang3

mov r2, #200

ulang4: dec r2

clr p0.0

cjne r2, #00h, ulang4

ret

end

PWM Motor Driver

Rangkaian pada Gambar 1 dikenal dengan H bridge (jembatan H). Rangkaian ini terdiri dari empat komponen switching (dapat menggunakan transistor bipolar, Thyristor ataupun MOSFET). Rangkaian ini berfungsi untuk menggerakkan motor DC dengan arah putaran yang dapat diubah. Empat buah komponen switching ini bekerja secara berpasangan (a dengan a dan b dengan b) serta bergantian tergantung fungsinya. Ketika pasangan a-a diberi tegangan 5 volt serta b-b 0 volt, maka motor listrik akan dialiri arus dengan arah ke kanan. Sebaliknya ketia pasangan a-a diberi tegangan 0 volt dan b-b adalah 5 volt, maka aliran arus listriknya adalah ke kiri. Dengan demikian maka putaran motornya juga akan berlawanan dengan sebelumnya.

Gambar 1. Rangkaian Driver Motor Menggunakan H Bridge

Sinyal untuk pasangan a-a dan b-b dapat diatur besar kecil teganganya menggunakan metode PWM menggunakan rangkaian pada Gambar 2. Rangkaian berikut berfungsi untuk memutar motor dengan arah putaran yang dapat dibalik serta kecepatan putaran yang dapat diatur. Ketika input kontrol bertegangan 5 volt maka motor akan dialiri arus listrik PWM oleh pasangan b-b, sedangkan ketika input bertegangan 0 volt maka motor akan dialiri arus listrik PWM oleh pasangan a-a. Arus listrik yang mengaliri motor DC adalah arus listrik dengan besaran yang berubah-ubah tergantung duty cycle sinyal PWM.

Gambar 2. Rangkaian Pembalik Putaran Motor DC Mode PWM.